Aktivitas kerja enzim dipengaruhi oleh beberapa faktor yang berasal dari luar enzim itu sendiri, beberapa faktor tersebut adalah suhu, tingkat keasamaan lingkungan (pH) dan zat kimia yang lain.
Suhu dan pH
Enzim memiliki struktur protein berdimensi tiga yang sensitif dengan kondisi lingkungan, sehingga enzim akan bekerja lebih baik di kondisi tertentu. Kondisi optimal ini mendukung bentuk paling aktif dari molekul enzim tersebut.
Suhu dan pH merupakan faktor lingkungan yang penting dalam aktivitas enzimatis. Pada suatu titik laju enzimatis akan berlangsung meningkat seiring dengan peningkatan suhu, hal ini dikarenakan substrat akan lebih sering bertumbukan dengan situs aktif ketika molekul-molekul bergerak cepat. Seperti yang sudah kita ketahui energi kalor yang masuk ke dalam molekul akan membuat molekul bergerak lebih cepat dan saling bertumbukan.
Namun jika kenaikan suhu terjadi lebih tinggi lagi laju reaksi enzimatis akan menurun drastis, hal ini dikarenakan agitasi panas akan mengganggu ikatan hidrogen, ikatan ionik, dan interaksi lemah lain yang menstabilkan bentuk aktif enzim. Hal ini akan mengakibatkan molekul protein enzim akan ter-denaturasi.
Suhu dimana aktivitas enzimatis dapat berlangsung maksimum dinamakan suhu optimal. Pada suhu optimal molekul protein pada enzim tidak akan terdenaturasi dan menghasilkan tumbukan molekul lebih banyak serta pengubahan reaktan menjadi produk lebih cepat. Suhu optimal enzim pada manusia berkisar 35-40 C (sekitar suhu tubuh), sedangkan bakteri termofilik yang hidup di air panas memiliki suhu optimal enzim 70 C.
Selain suhu reaksi enzimatis juga dipengaruhi tingkat keasaman (pH). Tingkat keasaman optimal enzim berkisar pada pH 6-8, namun terdapat beberapa pengecualian seperti enzim pepsin yang berada pada lambung akan bekerja lebih baik pada lingkungan yang sangat asam (pH 2). Lingkungan dengan pH rendah akan mendenaturasi sebagian besar enzim, tapi tidak dengan enzim pepsin. Hal ini dikarenakan enzim pepsin telah teradaptasi dengan kondisi asam pada lambung. Pada usus terdapat enzim tripsin yang bekerja optimal pada lingkungan basa dengan pH 8.
Kofaktor
Dalam menjalankan reaksi enzimatis, banyak enzim yang memerlukan penolong untuk melakukan aktivitas katalitik, zat tambahan yang diperlukan enzim ini dinamakan kofaktor. Kofaktor dapat berikatan dengan enzim sebagai tambahan permanen atau berikatan longgar sehingga dapat kembali bersama substrat.
Kofaktor bisanya merupakan molekul anorganik seperti atom seng, besi, dan tembaga yang berbentuk ion. Sedangkan jika kofaktor merupakan molekul organik biasa disebut dengan koenzim (coenzyme). Sebagian vitamin yang masuk ketubuh manusia akan menjadi koenzim atau bahan pembuat koenzim.
Kofaktor bekerja dalam berbagai macam cara, namun pada semua peristiwa penggunaan kofaktor, molekul-molekul tersebut melaksanakan fungsi yang krusial dalam proses katalitik.
Inhibitor Enzim
Zat kimia tertentu biasanya menjadi penghambat (inhibitor) pada enzim tertentu. Jika zat penghambat melekat pada enzim dengan ikatan kovalen makapenghambatan (inhibisi) yang terjadi bersifat tidak dapat balik. Namun banyak penghambat yang berikatan dengan enzim dengan ikatan lemah, sehingga penghambatan bersifat dapat balik. Beberapa penghambat dapat balik menyerupai molekul subtrat normal dan berkompetisi dengan substrat untuk memasuki situs aktif enzim.
Inhibitor yang menyerupai substrat dinamakan inhibitor kompetitif (competitive inhibitor). Inhibitor kompetitif menurunkan produktivitas enzim dengan cara menghalangi substrat memasuki situs aktif. Jenis penghambatan seperti ini dapat diatasi dengan meningkatkan jumlah substrat, sehingga jika situs aktif kosong maka akan lebih banyak molekul substrat yang memasuki situs aktif daripada molekul inhibitor.
Selain inhibitor kompetitif terdapat juga inhibitor nonkompetitif (noncompetitive inhibitor). Inhibitor jenis ini mengganggu kerja enzim dengan berikatan dengan bagian lain dari enzim, sehingga menyebabkan molekul enzim berubah bentuk sedemikian rupa sehingga situs aktif menjadi kurang efektif dalam mengkatalis perubahan substrat menjadi produk.
Racun seringkali merupakan inhibitor enzim yang bersifat tidak dapat balik, seperti sarin (gas saraf) dimana molekul zat ini berikatan secara kovalen dengan gugus R asam amino. Serin ditemukan dalam situs aktif enzim asetilkolinesterase, sejenis enzim yang penting dalam sistem saraf.
Selain serin terdapat juga DDT dan paration yang menjadi inhibitor bagi enzim-enzim kunci di sistem saraf. Selain itu banyak juga antibiotik menjadi inhibitor bagi enzim-enzim spesifik pada bakteri, misalnya penisilin menghalangi situs aktif enzim yang digunakan banyak bakteri untuk membuat dinding selnya.
Molekul-molekul alami yang terdapat dalam sel seringkali bertindak sebagai inhibitor dalam meregulasi aktivitas enzim, hal semacam ini bersifat esensial bagi pengontrolan metabolisme seluler.