Ternyata tidak semua jalur transduksi sinyal adalah protein, karena banyak jalur persinyalan yang melibatkan molekul kecil larut air-non protein atau ion. Molekul semacam ini dinamakan pembawa pesan kedua, sedangkan pembawa pesan pertama adalah molekul ektraseluler yang berikatan dengan reseptor membran.
Molekul pembawa pesan kedua ini berukuran kecil dan larut air, sehingga secara cepat dapat menyebar ke seluruh bagian sel melalui mekanisme difusi. Salah satu contoh pembawa pesan kedua adalah adenosine monophosphat cyclic yang biasa disebut AMP siklik (cAMP).
Dalam kasus epinefrin, pembawa sinyal kedua inilah yang berperan dalam mengangkut sinyal yang diinisiasi epinefrin dari membran plasma sel hati atau sel otot ke bagian dalam sel. Pembawa pesan kedua ini berpartisipasi dalam jalur yang diinisiasi oleh reseptor terkopel protein G maupun reseptor tirosin kinase. Dua macam pembawa pesan kedua yang sering digunakan adalah AMP siklik dan ion kalsium.
Sutherland adalah orang yang meneliti tentang epinefrin ini menemukan bahwa pengikatan epinefrin ke membran plasma sel hati meningkatkan konsentrasi AMP siklik dalam sitosol. Sebuah enzim yang bernama adenilil siklase mengubah ATP menjadi cAMP sebagai respon terhadap suatu sinyal ekstraseluler, dalam kasus ini adalah epinefrin.
Ketika epinefrin berikatan dengan protein reseptor spesifik, maka protein reseptor tersebut akan mengaktivasi adenilil siklase yang kemudian akan mengkatalis banyak molekul cAMP. Dengan cara ini konsentrasi cAMP akan menjadi dua puluh kali lipat dari keadaan normal dalam hitungan detik. Molekul cAMP tersebut akan memancarkan sinyal kedalam sitoplasma.
Namun kondisi diatas tidak bertahan lama jika epinefrin lenyap. Hal ini disebabkan karena enzim lain yang bernama fosfodiesterase akan mengubah cAMP menjadi AMP. Untuk meningkatkan kembali konsentrasi cAMP dalam sitosol maka diperlukan lonjakan epinefrin lagi.
Epinefrin hanyalah salah satu molekul yang memicu cAMP, banyak hormon dan molekul lain juga dapat memicu cAMP seperti protein G, reseptor terkopel protein G, dan protein kinase. Selain itu regulasi metabolisme lebih lanjut juga dilakukan sistem protein G lain yang akan menghambat adenilil siklase. Dalam hal ini molekul sinyal yang berbeda akan mengaktivasi suatu reseptor yang berbeda yang pada akhirnya akan mengaktivasi protein G penghambat.
Dengan memahami jalur persinyalan protein G kita dapat menjelaskan dengan rincian molekuler bagaimana suatu mikroba menyebabkan penyakit, dalam contoh ini Vibrio cholerae penyebab penyakit kolera.
Ketika manusia terinfeksi bakteri kolera yang biasanya disebabkan oleh air yang tercemar feces manusia, bakteri tersebut akan mengkolonisasi lapisan usus halus dan menghasilkan toksin. Toksin kolera merupakan senyawa yang dapat memodifikasi protein G yang terlibat dalam sekresi air dan garam. Hal ini menyebabkan protein G yang telah termodifikasi tidak mampu mengubah GTP menjadi GDP, maka GTP akan terus dalam bentuk aktif. Hal ini akan terus merangsang adenilil siklase membuat cAMP sehingga membuat sel-sel usus menyekresikan banyak sekali garam dan air secara osmosis ke dalam usus. Hal tersebut menjadikan orang yang terinfeksi kolera akan mengalami diare parah jika tidak segera ditangani.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar