Minggu, 30 Juni 2024

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 : Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara


Dalam modul pertama tentang Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) memberikan penjelasan mengenai bagaimana pendidikan seharusnya dilaksanakan. Pendidikan merupakan suatu tuntunan yang bertujuan untuk mengantarkan anak menuju keselamatan dan kebahagiaan setinggi-tingginya baik sebagai manusia dan anggota masyarakat.

Dalam proses pendidikan, kita sebagai guru harus menyesuaikan dengan kodrat setiap anak. Anak-anak tersebut memiliki kodrat alam dan kodrat zaman masing-masing. Kodrat alam dapat dimaknai sifat dan bentuk anak tersebut, seperti bentuk fisik, perangai, dan bakat yang dimiliki anak. Sedangkan kodrat zaman dapat dimaknai sebagai isi dan irama anak, hal ini dipengaruhi oleh kondisi zaman dan masyarakat ketika anak tersebut tumbuh.

Setiap anak memiliki karakteristiknya masing-masing, mereka memiliki potensi positif dan negatif dalam dirinya. Supaya potensi negatif anak dapat ditekan bahkan dihilangkan, maka diperlukan pendidikan budi pekerti. Pendidikan budi pekerti dimaksudkan agar anak dapat menguasai dirinya, sehingga mampu menahan atau menghalau potensi atau tabiat negatif dari dalam dirinya.

Selain itu, keluarga memiliki peran penting dalam pendidikan anak. Menurut KHD pendidikan keluarga memiliki tempat yang mulia, hal ini karena pendidikan keluarga dilandasi keikhlasan dan ketulusan yang semata-mata bertujuan untuk kebaikan sang anak. 

Budaya ikut menentukan tumbuh kembang anak, karena budaya merupakan unsur yang terdapat dalam kodrat zaman anak. Anak yang tumbuh dengan budaya yang baik akan tumbuh menjadi seorang yang baik, namun sebaliknya jika anak hidup dalam budaya yang tidak baik, niscaya anak dapat terbawa dalam hal yang tidak baik.

Sebelum saya mempelajari materi mengenai pemikiran filosofis pendidikan KHD, saya memiliki mindset yang kurang tepat mengenai pendidikan. Saya merasa paling tahu tentang apa yang dibutuhkan anak, merasa kegiatan di dalam ruang kelas sudah cukup untuk anak, dan lebih berfokus pada tuntutan kurikulum. Hal tersebut membuat perasaan hampa atas apa yang saya kerjakan selama ini, Hasil yang saya dapatkan tidak berbanding lurus dengan apa yang saya kerjakan.

Setelah mempelajari modul pertama ini, mindset saya pun berubah. Sekarang saya menyadari bahwa sebenarnya anak adalah subjek dalam pembelajaran. Guru harus berperan sebagai pembimbing dan menyesuaikan kegiatan pembelajaran dengan karakteristik anak. Istilah yang digunakan dalam modul ini adalah "menghamba pada anak". Pernyataan ini memiliki arti bahwa pendidikan harus dilakukan secara ikhlas semata-mata demi kebaikan anak.

Saya pun menyadari bahwa setiap anak memiliki karakteristik, minat, dan gaya belajar yang berbeda-beda. Kita tidak mungkin mengharapkan semua anak untuk menjadi satu bentuk yang kita inginkan. Yang seharusnya dilakukan adalah mendesain kegiatan pembelajaran sesuai dengan karakteristik anak, yang harus kita ingat adalah apa yang kita lakukan adalah menuntun anak mencapai tujuan hidupnya, dan boleh jadi setiap anak memiliki jalan masing-masing untuk mencapai tujuan hidupnya.

Yang dapat segera saya terapkan di kelas berdasarkan materi dalam modul ini adalah mencoba mengintegrasikan pemikiran pendidikan KHD dalam kegiatan belajar mengajar yang saya lakukan. Menghargai ketidakseragaman anak dan membuat kegiatan pembelajaran yang menyesuaikan dengan kondisi anak.

Selain itu penanaman nilai budi pekerti juga harus dilaksanakan ketika kegiatan pembelajaran. Penanaman budi pekerti pada anak juga harus memperhatikan nilai-nilai yang ada pada budaya di sekitar kita. Banyak nilai-nilai positif yang ada pada masyarakat yang dapat kita tanamkan pada anak.

Dalam konteks lokal, nilai-nilai seperti sopan satun, hormat kepada orang tua, bersikap jujur, rendah hati dan tanggung jawab dapat kita tanamkan pada anak ketika pembelajaran di sekolah.

Penanaman nilai-nilai tersebut akan efektif dengan cara peneladanan. Salah satu semboyan KHD "ing ngarsa sung tuladha", saya maknai bahwa sebagai seorang guru saya harus mampu menjadi contoh teladan bagi anak-anak. Menjadi teladan memiliki arti bahwa nilai yang ingin saya tanamkan pada anak harus terlebih dahulu saya implementasikan pada diri saya sendiri.

***

Ditulis oleh Jefri Adi Setiawan

Peserta Pendidikan Guru Penggerak Angkatan 11

Jumat, 07 Juni 2024

Cerpen Persahabatan Anggo dan Unyu



Anggo si kucing kecil, pagi ini sangat ceria. Dia tidak hentinya berlarian kesana-kemari dengan penuh kegirangan. Ya, hari ini Anggo dan temannya Unyu akan jalan-jalan ke hutan.

Melihat tingkah Anggo yang seperti itu, Ibunya hanya tersenyum. Ibu Anggo tahu bahwa anaknya sedang bergembira karena berjalan-jalan di hutan merupakan hal yang sangat diinginkan Anggo. Bukannya tidak boleh bermain ke hutan, ibu Anggo selama ini tidak memberi izin karena tidak tega jika Anggo bermain seorang diri ke hutan. Namun karena hari ini Anggo akan pergi dengan temannya, Ibunya akhirnya mengizinkannya.

“Anggo, ada apa kamu berlarian seperti itu?” goda ibu Anggo. “Aku kan mau bermain ke hutan bu, nanti aku kan menangkap capung.” Jawab anggo dengan rona muka yang bahagia.

Sambil tersenyum dan menggelengkan kepala, Ibu berkata, “ayo sarapan dulu, nanti setelah selesai sarapan baru kamu berangkat.” Dengan senyum yang masih mengembang di wajahnya, Anggo berjalan menuju ruang makan.

“Apa menu sarapannya Bu?” tanya Anggo. Dengan sabar Ibu pun menjawab, “kita sarapan dengan menu kesukaanmu, ikan teri.”

Dengan ditemani Ibunya, Anggo makan dengan lahap. Melihat kelakuan anaknya itu, dengan sabar Ibu berkata “Makan pelan-pelan, nanti kamu tersedak lho.”

Setelah menyelesaikan sarapanyya, Anggo segera berpamitan kepada Ibunya untuk pergi ke rumah Unyu. Rumah Unyu tidak terlalu jauh dari rumah Anggo. Rumah Unyu terletak di dekat sungai, sedangkan rumah Anggo disekitar daerah padang rumput.

Unyu adalah seekor kura-kura kecil, berlawanan dengan sifat Anggo yang aktif, Unyu lebih pendiam dan bijaksana. Mereka berdua merupakan sahabat karib, orang pertama yang diajak Anggo ketika akan bermain adalah Unyu. Kali ini mereka akan bermain ke hutan untuk menangkap capung.

“Assalamualaikum, Unyu ayo main.” Ucap Anggo di depan rumah Unyu.

“Waalaikum salam,” jawab seorang wanita yang berada dalam rumah.

Suara wanita tersebut adalah suara Ibu Unyu. Ibu Unyu sudah sangat mengenal sahabat anaknya tersebut. Ibu Unyu dan Ibu Angga saling mengenal satu sama lain, mereka berdua juga bersahabat.

“Anggo, ayo masuk. Unyu sedang sarapan.” Ucap Ibu Unyu sambil membukakan pintu. 

Anggo pun masuk dan duduk di ruang tamu, sedangkan Unyu sudah mengetahui kedatangan sahabatnya tersebut, namun Unyu harus menghabiskan sarapannya dahulu sebelum bermain.

“Kamu sudah menunggu lama?” tanya Unyu kepada Anggo yang sedang duduk di ruang tamu.

“Ah tidak, aku baru saja sampai.” Jawab Anggo. Tidak berselang lama mereka berdua berpamitan kepada Ibu Unyu untuk bermain ke hutan.

“Hati-hati bermainnya, sekarang sedang musim hujan dan banyak nyamuk di hutan.” Pesan Ibu Unyu kepada kedua anak tersebut.

Dalam perjalanan Anggo dan Unyu berbincang dengan asyik, mereka membahas capung warna apa yang akan mereka tangkap. Dalam pembicaraan tersebut Unyu mengatakan bahwa tempat yang banyak capungnya berada di seberang sungai. Sungai tersebut terletak di tengah hutan, jika kondisi sedang baik maka air sungai tidak terlalu banyak, sehingga bisa diseberangi. Namun jika hujan turun, maka air sungai akan naik, sehingga tidak bisa diseberangi.

Ketika memasuki area hutan mereka melihat betapa indahnya hutan tersebut. Banyak pohon tinggi menjulang, pohon tersebut beraneka ragam jenisnya. Beberapa dari pohon tersebut sudah berbuah, seperti mangga, rambutan, dan jambu.

“Hemm ... enak sekali rambutan itu sepertinya.” Ucap Unyu sambil melihat buah rambutan yang bergelantungan di atas pohon.

“Tunggu sebentar, aku akan mengambilkannya untukmu.” Ucap Anggo. Tak berselang lama Anggo yang lincah segera naik ke atas pohon dan mengambil beberapa buah rambutan kemudian memberikannya kepada Unyu.

“Wah manis sekali rambutan ini, terima kasih sahabatku.” Ucap Unyu sambil mengunyah rambutan.

Mereka berdua segera melanjutkan perjalanannya menuju tengah hutan. Ketika sampai di tengah hutan mereka menjumpai sebuah sungai, air sungai tersebut dangkal sehingga bisa diseberangi.

Di tempat tersebut mereka bertemu teman-temannya, ternyata teman-teman Anggo dan Unyu ini juga punya maksud yang sama, mereka akan mencari capung di seberang sungai. Mereka saling menyapa dan bercanda.

“Ayo teman-teman kita seberangi sungai ini, banyak capung disana yang menunggu kita. Ucap Anggo kepada teman-temannya dengan nada gembira.

Karena air sungai yang dangkal, mereka semua dapat menyeberangi sungai dengan mudah. Setelah sampai di seberang sungai, mereka berpencar dan mulai mencari capung sendiri-sendiri. Anggo dan Unyu menuju padang rumput yang luas, disana terlihat banyak capung yang berterbangan.

“Hap .. horeee.” Teriak Anggo kegirangan sambil menunjukkan capung yang baru saja dia tangkap kepada Unyu.

“Aku juga sudah menangkap satu juga.” Sahut Unyu sambil menunjukkan capung yang dia tangkap.

Tak terasa sudah banyak capung yang mereka tangkap. Panas matahari juga sudah mulai terik menandakan bahwa sebentar lagi akan siang.

“Anggo ayo kita pulang sebentar lagi hari sudah siang.” Ajak Unyu kepada Anggo.

“Sebenatar, aku masih mau menangkap lebih banyak capung lagi.” Jawab Anggo sembari sibuk menangkap capung.

Tiba-tiba suasana menjadi gelap, ternyata awan hitam datang dengan tiba-tiba. Awan hitam yang begitu pekat ini menandakan bahwa sebentar lagi hujan deras akan datang. Tak lama berselang, rintik hujan pun mulai turun.

“Anggooo ... ayo cepat kita pulang!” Teriak Unyu kepada Anggo.

Mendengar teriakan sahabatnya tersebut Anggo mulai sadar harus segera cepat pulang sebelum hujan semakin deras. Jika mereka tidak segera pulang, maka aliran sungai akan mulai deras dan mereka berdua tidak dapat menyeberang.

Keduanya mulai berlari untuk menuju jalan pulang. Dengan badan yang mulai basah karena hujan yang mulai turun, keduanya tetap berlari. Suasana telah sepi, teman-teman mereka rupanya sudah pulang semua. Suasana yang mulai gelap membuat keduanya harus tetap waspada supaya tidak tersesat.

Ketika tiba di pinggir sungai, keduanya melihat aliran sungai mulai deras. Walaupun ketinggian air belum terlalu tinggi, namun aliran airnya sudah terlihat mulai lebih deras.

“Unyu maafkan aku, seharusnya aku mendengarkanmu untuk pulang dari tadi.”  Ucap anggo dengan nada penuh sesal.

Anggo sadar bahwa walaupun air sungai belum tinggi, namun dia tidak bisa berenang. Terlihat dari raut mukanya yang sedih, dia sungguh menyesal. Jika memang tidak bisa menyeberang, maka terpaksa harus menunggu sampai hujan reda dan aliran air sungai surut kembali. Artinya bisa-bisa mereka berdua akan sampai rumah sore hari.

Melihat kondisi tersebut, Unyu tiba-tiba memiliki ide. Unyu adalah seekor kura-kura, maka berenang bukanlah masalah besar baginya. Sejak kecil Unyu memang berbakat dalam renang.

“Aku akan berenang, kamu nanti naiklah ke punggungku. Dengan ketinggian air seperti ini aku insyaAllah bisa melewatinya.” Kata Unyu menyampaikan idenya.

“Tapi aku berat dan nanti malah akan menyusahkanmu. Kau berenang saja, biar aku menunggu air surut lagi.” Jawab Anggo kepada sahabatnya itu.

“Ah sudahlah, aku tidak akan meninggalkanmu sendiri. Sekarang ayo cepat naik!” Perintah Unyu kepada Anggo.

Anggo segera naik ke punggung Unyu, kemudian Unyu segera memasuki sugai dan mulai berenang. Dengan aliran yang mulai deras, hujan pun mulai deras. Unyu tetap berkonsentrasi tetap berenang, sedangkan Anggo berpegangan erat sambil berdoa.

Akhirnya mereka berdua sampai ke seberang sungai dengan selamat. Begitu mereka naik ke tanah, seketika hujan menjadi deras. Mereka berdua akhirnya berlari menuju ke sebuah pohon beringin yang besar, mereka berteduh di bawah pohon tersebut.

Setelah beberapa saat hujan pun reda. Mereka berdua tersenyum bahagia dan tak lupa mengucapkan hamdalah. Keduanya mulai berjalan untuk pulang ke rumah.

“Unyu terima kasih banyak, kamu telah menyelamatkanku.” Ucap Anggo.

“Sama-sama, itulah yang memang harus dilakukan oleh sahabat. Saling tolong menolong.” Sahut Unyu.

“Mulai sekarang aku akan lebih banyak mendengarkan nasehatmu dan tidak egois. Kamu adalah sahabat terbaikku.” Ucap Anggo sambil memegang pundak sahabatnya itu.

“Kamu juga sahabat terbaikku.” Sahut Unyu dengan senyum merekah.

Setelah berhasil keluar dari hutan, keduanya merasa lega. Mereka berjanji untuk menjadi sahabat yang baik dan saling tolong menolong. Mereka berdua kemudian berpisah dan melanjutkan perjalanan pulang ke rumah masing-masing. Sunggu perjalanan ini akan selalu mereka ingat sampai kapan pun.

***

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 : Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Dalam modul pertama tentang Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) memberikan penjelasan mengenai bagaimana pendidikan seh...