Sabtu, 12 Februari 2022

Just Writing #2 : Dahlan Iskan dan Koran

Sore ini terasa begitu melelahkan, rasa lelah ini merupakan akumulasi dari kegiatan yang saya ikuti dari pagi sampai menjelang ashar. Bukan tentang kegiatan apa yang saya ikuti hari ini yang ingin saya tuliskan, namun sebuah momen di sore hari ketika bersantai sambil menikmati rasa lelah.

Seperti biasanya salah satu hiburan saya adalah menonton video di Youtube, dan sore ini secara tidak sengaja saya melihat wawancara Dahlan Iskan di chanel harian kompas. Sebuah perbincangan dengan durasi satu jam yang baru saya tontong setengahnya. Namun dari setengah perbincangan yang saya ikuti, saya mendapat banyak hal menarik yang ingin saya tuliskan disini. Video wawancara tersebut dapat anda saksikan di bawah ini.

Semua orang sudah mengetahui siapa Dahlan Iskan, terutama mereka yang hidup atau tumbuh remaja di jaman belum ada media sosial, jaman ketika membaca koran merupakan hal yang eksklusif menurut saya. Ya, Dahlan iskan adalah salah satu orang besar di dunia perkoranan, walaupun dia juga pernah terjun di dunia politik, bahkan sebagai menteri. Namun kalau kita mendengar nama Dahlan Iskan maka hal pertama yang akan kita ingat adalah Jawa Pos, sebuah harian pagi yang sangat populer dimasanya.

Salah satu poin yang menarik bagi saya adalah kekhawatiran beliau akan rendahnya kepercayaan masyarakat terhadap media, baik media sosial maupun media konvensiaonal dalam hal ini koran. Dengan perkembangan media sosial yang semakin pesat memang pertumbuhan portal berita digital juga semakin besar, namun hal itu berbanding terbalik dengan kualitas jurnalistik yang disajikan. Tuntutan untuk menyajikan berita dengan cepat menjadikan jurnalistik di media digital menjadi kurang berkualitas dan cenderung seadanya. Berbeda dengan koran dimana sebuah berita memerlukan waktu yang lebih lama untuk bisa ditampilkan, sebuah berita harus melewati berbagai pertimbangan, tinjauan ulang, dan harus memenuhi kualitas jurnalistik yang bagus.

Lalu apakah yang membuat hal ini terjadi? Apakah memang kualitas jurnalistik digital memang kurang? Atau perubahan padangan masyarakat terhadap media?. Beliau menilai kedua hal tersebut memang terjadi. Di sisi masyarakat, pandangan masyarakat yang suka menggeneralisasi semua hal menjadi masalahnya. Ketika masyarakat banyak melihat banyak berita yang palsu (hoax) di media sosial, maka sebagian besar mereka juga akan menggeneralisasi bahwa semua media juga sama, termasuk dalam hal ini koran. Sedangkan di sisi media itu sendiri, tuntutan untuk cepat tayang menjadikan sebuah berita tersaji secara prematur, kurang persiapan, dan jika kita jujur kualitasnya lebih rendah dibandingkan dengan tulisan koran jaman dahulu.

Dahlan menjelaskan perlu usaha yang besar untuk mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap media, terutama media jurnalistik. Dia mengatakan bahwa seharusnya jurnalisme cetak merupakan kasta tertinggi dalam dunia jurnalistik. Hal ini karena sebuah berita yang disajikan dalam media cetak harus harus tersaji dengan kualitas jurnalistik yang bagus. Untuk melakukan ini sebuah media cetak harus melakukan serangkaian langkah sebelum menampilkan berita seperti investigasi, cek dan ricek, melakukan berbagai pertimbangan, dan tentu saja tidak boleh ada kesalahan. Karena dalam media cetak sekali berita dimuat maka tidak bisa ditarik kembali, dan kesalahan tidak boleh ada disini.

Tulisan ini merupakan interpretasi saya terhadap wawancara chanel kompas kepada Dahlan Iskan. Mungkin apa yang saya tangkap berbeda dengan apa yang sebenarnya beliau katakan, karena saya hanya seorang penikmat tulisan. Dan ini hanya sebuah opini pribadi yang tidak perlu diperdebatkan, karena saya tahu mungkin tidak ada yang membaca tulisan ini selain saya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 : Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Dalam modul pertama tentang Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) memberikan penjelasan mengenai bagaimana pendidikan seh...