Jumat, 16 Mei 2025

Kisi-Kisi ASAT IPA Kelas VII dan VIII Tahun Ajaran 2024/2025


Satu bulan lagi, semua siswa kelas VII dan VIII SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan akan menempuh Asesmen Sumatif Akhir Tahun (ASAT) Tahun Ajaran 2024/2025. Kegiatan ini bertujuan untuk mengetahui capaian pembelajaran peserta didik pada semester genap pada tahun ajaran yang sedang berjalan.

Menurut buku panduan pembelajaran dan asesmen yang dikeluarkan Kemdikbud, asesmen sumatif dilakukan untuk memastikan ketercapaian keseluruhan tujuan pembelajaran. Asesmen ini dilaksanakan pada akhir pembelajaran, seperti akhir semester. Hasil Asesmen ini akan digunakan sekolah sebagai pertimbangan kenaikan jenjang peserta didik.

Materi pelajaran kelas VII yang akan diujikan dalam kegiatan asesmen ini adalah gerak dan gaya, klasifikasi makhluk hidup, ekologi dan keanekaragaman hayati Indonesia, serta bumi dan tata surya.

Sedangkan untuk kelas VIII, materi yang akan diujikan dalam asesmen antara lain getaran, gelombang, bunyi, unsur, senyawa, campuran, serta struktur bumi dan perkembangannya.

Kegiatan ASAT semester genap tahun ajaran 2024/2025 kemungkinan akan dilaksanakan pada tanggal 2 s.d. 9 Juni 2025. Untuk mata pelajaran IPA, jumlah soal yang diujikan sebanyak 40 butir soal dengan lama waktu pengerjaan 120 menit. Jenis soal yang diujikan adalah pilihan ganda, menjodohkan, dan esai.

Berikut saya sampaikan kisi-kisi ASAT mata pelajaran IPA untuk seluruh siswa kelas VII dan VII. Kisi-kisi ini dibagikan dengan tujuan sebagai panduan bagi siswa dalam mempersiapkan diri menghadapi ASAT. Dengan memahami kisi-kisi ASAT, diharapkan siswa dapat belajar lebih efektif dan terarah, dan diharapkan mendapatkan hasil yang maksimal.

Selamat belajar, dan berikut ini adalah kisi-kisi ASAT mata pelajara IPA untuk kelas VII dan VIII.


Tautan Kisi-Kisi ASAT

Kelas VII

Kelas VIII

Kamis, 15 Mei 2025

Jurnal "Teach Like Finland" - Bagian 2


Melanjutkan tulisan sebelumnya mengenai impresi yang saya rasakan terhadap isi buku “Teach Like Finland”, saya belum menemukan suatu hal spesial atau besar yang membuat pendidikan di Finlandia menjadi hebat. Hingga tulisan ini saya buat (15/5), saya telah selesai membaca bab pertama, dan saya hanya bisa mengatakan, mereka membuat sesuatu yang sebenarnya biasa saja menjadi spesial.

Timothy D Walker memberi judul “Kesejahteraan” pada bab pertama. Agar proses pembelajaran dapat berjalan maksimal, maka kita harus memastikan kebutuhan dasar siswa terpenuhi, itulah yang dimaksud dengan memberikan kesejahteraan kepada siswa. Jika kebutuhan dasar tersebut dapat terpenuhi, maka siswa dapat mengikuti proses belajar dengan baik. 

Merujuk pada materi Nilai dan Peran Guru Penggerak yang pernah saya pelajari, manusia memiliki lima kebutuhan dasar, antara lain bertahan hidup (survival), kasih sayang dan rasa diterima (love and belonging), kebebasan (freedom), kesenangan (fun), dan penguasaan (power). Tidak terpenuhinya kebutuhan dasar tersebut akan membuat siswa melakukan berbagai cara untuk memenuhinya, dan biasanya kita mengidentifikasi perilaku tersebut dengan istilah “membuat ulah”.

Ada beberapa hal yang dilakukan di Finlandia untuk memberikan kesejahteraan kepada siswa, dan kesan yang pertama kali saya tangkap adalah “terlalu santai”. Tapi itulah yang mereka lakukan dan berjalan dengan baik di Finlandia. 

Jadwal Istirahat Otak.

Seperti tulisan sebelumnya, jam pelajaran di Finlandia lebih pendek daripada negara lain, dan mereka masih memberikan jeda istirahat antar pelajaran. Pada awalnya saya menganggap terlalu banyak jam istirahat akan membuat kegiatan pembelajaran menjadi tidak efektif.

Di buku tersebut dijelaskan mengapa para guru di Finlandia melakukan hal tersebut. Adanya jeda antar jam pelajaran memberikan waktu kepada siswa untuk beristirahat dan mengembalikan fokus mereka. Sebagai guru saya sering melihat ketika melakukan kegiatan belajar dengan durasi yang cukup panjang, siswa terlihat mulai lelah dan kehilangan fokus. Jika dipaksakan, maka akan cukup banyak materi pelajaran yang tidak bisa diserap oleh siswa. 

Di Finlandia, ketika jeda istirahat para guru meminta siswa untuk melakukan kegiatan di luar kelas. Siswa diberikan kebebasan untuk melakukan berbagai hal yang mereka sukai selama jam istirahat tersebut. Tujuannya adalah untuk mengisi ulang kembali energi psikis siswa agar siap dan fokus menghadapi pelajaran berikutnya. Ya, orang Finlandia cenderung santai, dan sepertinya sejalan dengan falsafah jawa, alon-alon asal kelakon.

Belajar Sambil Bergerak.

Pendidikan di Finlandia menekankan perlunya aktivitas fisik dalam proses pembelajaran di kelas. Kegiatan fisik dalam pembelajaran dapat berupa adanya kegiatan berjalan, berdiri, atau aktivitas fisik lain yang sesuai dengan kegiatan belajar.

Penulis menyebutkan bahwa aktivitas fisik dalam proses pembelajaran memberikan berbagai manfaat untuk siswa, seperti mengurangi obesitas, mengurangi resiko penyakit kardiovaskular, memperbaiki fungsi kognitif (ingatan dan perhatian), dan secara positif mempengaruhi kesehatan mental.

Finlandia pun meluncurkan sebuah program Finnish Schools on the Move, sebuah program yang dikembangkan secara sistematis untuk meningkatkan kegiatan fisik siswa selama hari sekolah. Turunan dari program itu adalah adanya Recess Activators atau penggiat istirahat, yaitu beberapa siswa yang bertugas untuk mengajak teman-temannya untuk mengisi waktu istirahat dengan melakukan aktivitas fisik, seperti permainan.

Recharge Sepulang Sekolah.

Keseimbangan adalah hal yang menjadi perhatian di Finlandia, keseimbangan antara kegiatan sekolah dan di luar sekolah. Jangan sampai kegiatan sekolah atau pekerjaan memakan sebagian besar waktu kita, sebagai manusia guru dan siswa perlu adanya kegiatan lain untuk kehidupan mereka.

Jika di Amerika, guru banyak menghabiskan waktu sepulang sekolah untuk menyusun administrasi dan persiapan mengajar esok hari, dan menghabiskan waktu berjam-jam. Tapi tidak dengan Finlandia, para guru akan segera pulang setelah jam sekolah selesai, mereka menyadari pentingnya waktu untuk diri dan keluarga demi keseimbangan hidup mereka. Jika ada kegiatan lembur, biasanya guru bersifat insidental dan tidak memakan waktu yang lama.

Menghabiskan waktu yang lama untuk kegiatan sekolah, apapun bentuknya, tidak berbanding lurus dengan meningkatnya kualitas pembelajaran. Hal tersebut akan menghasilkan kelelahan fisik dan mental, dan menurunkan produktivitas.

Menyederhanakan Ruang.

Orang Finlandia terkenal dengan gaya hidup minimalis, hal tersebut berimbas pada ruang-ruang kelas. Tidak seperti Amerika yang menganggap ruang kelas yang penuh dengan pajangan karya siswa, dianggap sebagai pembelajaran yang sukses, guru dan siswa Finlandia lebih menyukai ruang kelas yang sederhana dan tenang.

Mereka menganggap ruang kelas yang sederhana akan memberikan rasa nyaman kepada siswa, memberikan ketenangan, dan membantu siswa untuk fokus dalam pelajaran. Bukannya tidak ada pajangan karya siswa, pajangan karya siswa tetap ada, namun dengan jumlah sewajarnya.

Menghirup Udara Segar.

Finlandia menyadari hubungan kualitas udara dengan proses pembelajaran. Guru dan siswa di sana menyukai untuk membuka jendela ruang kelas, hal tersebut bertujuan agar udara alami dapat masuk ke dalam ruangan. 

Jika siswa berada di suatu ruang kelas yang tertutup, yang terjadi adalah penumpukan gas karbondioksida di dalam ruangan. Hal ini akan mengakibatkan kurangnya jumlah oksigen dan berdampak pada penurunan kinerja otak. Sirkulasi udara yang terjaga akan memastikan kadar oksigen tercukupi dan otak dapat bekerja dengan maksimal, sehingga proses belajar dapat berjalan dengan optimal.

Masuk ke Alam Liar

Guru di Finlandia sering mengajak siswanya untuk belajar di luar ruangan, bisa ke hutan, danau, atau taman. Sebuah penelitian mengatakan bahwa kegiatan interaksi dengan alam akan membantu anak membangun kepercayaan diri, mengurangi gejala gangguan hiperaktif akibat kurangnya perhatian, menenangkan anak, dan membantu anak untuk fokus.

Kita dapat mengadopsi kegiatan ini, disesuaikan dengan lokasi sekolah berada. Di indonesia, guru dapat membawa siswa untuk melakukan observasi makhluk hidup di persawahan, atau kegiatan lain yang sesuai untuk tiap mata pelajaran.

Itulah beberapa hal mengenai “Kesejahteraan” dalam pendidikan di Finlandia. Semua hal yang saya jelaskan di atas bukan hal yang baru. Semuanya adalah hal-hal kecil dan mendasar, dan sebenarnya kita juga mengetahuinya.

Yang membedakan, pendidikan di Finlandia memberikan perhatian kepada hal tersebut, memaksimalkannya, dan konsisten melakukannya. Hal-hal kecil tersebut jika dilakukan dengan konsisten akan memberikan dampak yang luar biasa. Tentu saja dampak baru akan terasa setelah beberapa waktu, bukan proses yang instan. 

Satu hal yang saya pelajari adalah kita harus belajar bersabar terhadap proses, tidak ada hasil yang instan. Jika kita merasa pendidikan saat ini tidak ada kemajuan, mungkin bukan karena sistem pendidikan yang salah, boleh jadi kita yang tidak sabar dan tidak konsisten melakukan hal-hal kecil yang positif.

Bersambung …

Model Pembelajaran Berbasis Kepepet


Masih dalam suasana mempersiapkan regu Drumband Gita Cara yang akan tampil sekitar dua minggu lagi, hari ini (15/5) sebagian siswa SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan berlatih bersama. Ada beberapa siswa yang terlihat tidak turut serta dalam latihan tersebut, siswa-siswa tersebut memang bukan anggota regu Drumband.

Pukul 09.30 saatnya memasuki jam pelajaran ketiga, pada waktu tersebut latihan masih berlangsung, dan saya memutuskan untuk masuk ke kelas VIII-A, karena sudah waktunya pelajaran IPA dimulai.

Ketika sampai di kelas, saya hanya menjumpai dua siswa di dalam kelas, seperti yang sudah saya jelaskan di paragraf sebelumnya, hampir semua siswa kelas VIII ikut serta dalam latihan Drumband. Kelas VIII-B pun memiliki kondisi yang serupa, hanya tersisa dua siswa di dalam kelas.

Mungkin ada sedikit efek di dalam otak saya sehabis membaca buku Tech Like Finland, saya kemudian berpikir, “mengapa saya tidak mengajak keempat siswa tersebut untuk belajar di perpustakaan dan melakukan kegiatan pembelajaran yang berbeda daripada biasanya?”

Pada akhirnya saya mengajak keempat siswa tersebut untuk belajar IPA bersama-sama di perpustakaan, dan mereka menerimanya. Keempat siswa tersebut sebut saja Wahyu, Tio, dan si kembar Kan dan Kin.

Pembelajaran pun akhirnya dimulai, saya kemudian memberikan pengantar mengenai struktur bumi. Saya menginginkan agar siswa tersebut aktif dan proses pembelajaran lebih ke arah diskusi dan bekerja bersama. Saya kemudian meminta mereka untuk mengambil sebuah buku di perpustakaan, yang memuat informasi mengenai Struktur Bumi. Saya menyarankan untuk mengambil buku semacam Ensiklopedia, karena berencana untuk melakukan diskusi mengenai materi tersebut berdasarkan konteks informasi dari buku yang mereka pilih.

Sekarang setiap anak telah membawa bukunya masing-masing dan mulai membukanya. Mungkin karena jumlah siswa yang tidak banyak, kegiatan pembelajaran dapat berjalan lebih terfokus. Berdasarkan pengamatan saya, siswa terlihat menyukai proses pembelajaran ini, mereka membuka buku-buku ensiklopedia tersebut, melihat berbagai gambar yang ada dan membaca keterangan yang termuat di dalamnya.

Kemudian saya memutuskan untuk mengambil laptop dan mencari video yang berkaitan dengan pergerakan lempeng bumi. Dalam sesi tersebut, siswa tampak antusias melihat materi mengenai bagaimana pergerakan lempeng bumi, supercontinental Pangea, dan penjelasan mengapa lempeng-lempeng tersebut dapat bergerak dan apa akibat yang ditimbulkan dari pergerakan tersebut.

Setelah melihat video materi tersebut, saya menyempatkan untuk bertanya dalam rangka diskusi, pertanyaannya seputar materi yang telah mereka lihat dari buku dan video. Dapat saya simpulkan apa yang telah didiskusikan sebelumnya baik dengan video atau membaca buku ensiklopedia, dapat mereka pahami secara umum.

Setelah itu, saya mengajak mereka untuk melakukan tes yang dibalut dalam sebuah permainan. Masing-masing siswa mendapatkan tiga buah kertas sticky note. Dalam masing-masing kertas, siswa harus membuat pertanyaan yang nanti akan diberikan kepada siswa yang lain. Jika siswa yang ditunjuk mampu menjawab, maka akan mendapatkan poin 10. Siswa yang memperoleh poin tertinggi adalah pemenangnya.

Saya memberi waktu kepada siswa sekitar 10 menit untuk membuat dan menuliskan pertanyaan pada kertas. Ketika mereka mempersiapkan kertas pertanyaan mereka, saya mempersiapkan selembar kertas karton, kemudian menggarisnya menjadi empat bagian, setiap bagian diberi nama masing-masing siswa.

Nanti setiap siswa akan secara bergiliran menempelkan kertas pertanyaan mereka ke kotak temannya. Siswa yang kotaknya ditempel kertas pertanyaan, maka mendapatkan kesempatan untuk menjawab, jika tidak bisa menjawab maka akan direbut oleh siswa yang lain. Begitulah aturan permainannya.

Akhirnya semua semua siap dan permainan bisa dimulai. Peserta pertama mendapatkan giliran untuk menempelkan kertas pertanyaannya, dan peserta yang dituju pun  berusaha untuk menjawabnya. Permainan berlangsung cukup seru, setiap sebuah kertas pertanyaan selesai dijawab, maka saya akan memberikan penguatan mengenai materi yang dijadikan pertanyaan, tujuannya adalah sebagai penguat.

Setelah semua siswa telah menempelkan kertas pertanyaannya dan mencoba menjawab pertanyaan yang mereka dapat, permainan pun selesai. Semua siswa mendapatkan poin yang beragam, artinya mereka mampu menjawab pertanyaan temannya. Memang ada juga pertanyaan yang gagal dijawab, namun bagi saya, hasil tersebut menunjukkan bahwa pembelajaran hari ini memberikan dampak bagi mereka. Mungkin tidak semua materi dapat mereka serap, namun setidaknya ada yang mereka pelajari, dan pembelajaran berlangsung menyenangkan, dari sudut pandang saya.

Di akhir pembelajaran, saya ingin mengetahui bagaimana respon mereka terhadap pembelajaran hari ini. Saya tidak memberikan pertanyaan langsung mengenai respon mereka terhadap pembelajaran, tetapi saya menawarkan bagaimana kalau keempat siswa tersebut membuat permainan ular tangga yang dimodifikasi. Selain ular dan tangga, akan dikombinasikan juga dengan kartu pertanyaan seputar Struktur Bumi. Harapannya permainan ini dapat mereka mainkan dengan siswa lain di kelas.

Respon keempat siswa tersebut adalah menerima tawaran tersebut. Mungkin beberapa hari kedepan permainan tersebut siap untuk dimainkan. Sekarang keempat siswa tersebut berbagi tugas, membuat desain papan ular tangga, dan menyusun kartu soal. Sebagai guru nanti saya juga akan tetap mengawasi proses pembuatan permainan ini.

Bagi saya, proses pembelajaran hari ini cukup menyenangkan. Jika boleh memberi judul, saya menyebutnya Model Pembelajaran Berbasis Kepepet. Sebuah pembelajaran yang tidak terencana sebelumnya, namun dengan komitmen yang saya miliki, saya berusaha memberikan pembelajaran semaksimal mungkin, bahkan untuk empat orang siswa.

Kita tunggu bagaimana kelanjutan permainan ular tangga. Jika sudah jadi akan saya tuliskan juga di blog ini.

Rabu, 14 Mei 2025

Jurnal "Teach Like Finland" - Bagian 1


Kemarin (13/5), saya menyempatkan diri pergi ke toko buku Gramedia untuk melihat-lihat buku. Ya, saya memang berniat untuk membeli sebuah buku namun belum tahu buku apa yang hendak dibeli. Setelah melihat berbagai buku yang ada, akhirnya saya menjatuhkan pilihan ke sebuah buku yang berjudul "Teach Like Finland".

Ya, Finlandia merupakan salah satu negara di kawasan Nordic yang mencuat namanya karena memperoleh nilai tertinggi dalam PISA (Programme for International Student Assessment) pada tahun 2001. Padahal jika kita melihat pada waktu tersebut, Role Model dunia pendidikan adalah amerika dan asia timur, namun ternyata Finlandia, yang sebelumnya tidak begitu banyak dibicarakan dalam dunia pendidikan mendadak mencuri perhatian.

Buku ini ditulis oleh Timothy D Walker, seorang guru sekolah di Amerika Serikat. Buku ini menjadi menarik karena buku ini mengupas pendidikan di Finlandia dari sudut pandang seorang guru yang berasal dari Amerika, dimana Amerika dan Finlandia memiliki pendekatan dalam bidang pendidikan yang berbeda 180 derajat.

Dalam bagian awal buku ini, penulis menceritakan kehidupannya sebagai seorang guru di Amerika. Pendidikan di Amerika berjalan dengan "keras" dimana target akan sebuah kesuksesan adalah tujuan dari guru dan siswa. Banyak target yang harus dipenuhi, banyak tekanan yang harus diterima, bahkan penulis menceritakan bagaimana lelahnya kehidupannya sebagai seorang guru, semuanya berlangsung begitu cepat, banyak tekanan, dan mengambil sebagian besar waktunya.

Di sisi lain diketahui juga bahwa penulis memiliki istri yang berasal dari Finlandia, dengan mengetahui betapa kerasnya tuntutan seorang guru di amerika, sang istri berkata "Finlandia tidak begitu". Sebuah kalimat yang sepertinya menjadi pemicu keingintahuan penulis tentang pendidikan di Finlandia.

Singkat cerita, penulis memilih untuk tinggal di Finlandia bersama keluarganya dan mencoba menjadi guru disana, disinilah kontradiksi antara pendidikan di Amerika yang telah lama dikenalnya, dan pendidikan Finlandia yang baru didengarnya, mulai ia rasakan, bagaimana nilai-nilai yang dipegang oleh Finlandia dalam pendidikan mulai dia pahami, dan perlahan mulai bisa memahami bagaimana sistem pendidikan di Finlandia memberikan dampak sehingga negara tersebut memperoleh nilai tertinggi pada tes PISA pertama kali di tahun 2001.

Saya memang baru membaca bagian awal dari buku ini, dan mulai bisa memahami bagaimana hal-hal yang mereka lakukan pada sistem pendidikan mampu memberikan dampak yang luar biasa bagi anak-anak Finlandia.

Faktanya jam sekolah di Finlandia lebih pendek daripada negara lain, bahkan dalam jam sekolah yang sependek itu, banyak terdapat jam-jam istirahat antar pelajaran yang diberikan kepada siswa . Pertanyaan pun muncul, "Bagaimana hal tersebut mampu mendongkrak kualitas pendidikan mereka? bukankah hal tersebut seharusnya menurunkan kualitas pendidikan?" Namun kenyataan berbicara lain.

Finlandia memiliki kultur masyarakat yang hidup "selow", disamping jam sekolah yang pendek, mereka juga terbiasa menyeimbangkan waktu antara pekerjaan dan pribadi. Dalam buku tersebut saya mengetahui bahwa guru di Finlandia tidak membawa pekerjaan mereka ke rumah, mereka menyelesaikan semua pekerjaan sekolah di sekolah, waktu di rumah adalah untuk kehidupan pribadi mereka.

Begitupun siswa, sistem pendidikan di Finlandia hampir jarang memberikan pekerjaan rumah kepada siswa. Jika pun ada pekerjaan rumah, maka pekerjaan rumah tersebut biasanya sederhana dan mampu dikerjakan siswa sendiri dan tidak memakan waktu yang lama.

Aneh, itulah sebenarnya yang saya rasakan. Pada bagian awal buku, saya merasa tidak ada yang terlalu spesial dengan pendidikan di Finlandia, bahkan jika saya bandingkan (menurut saya pribadi), pendidikan di Indonesia lebih berat dan kompleks daripada di Finlandia. Secara konten pendidikan, menurut saya Indonesia lebih unggul, namun kembali lagi, hasil akhir berbicara lain.

Ada beberapa hal yang dapat saya pelajari di bagian awal buku ini, pertama adalah komitmen negara terhadap pendidikan. Di Finlandia sepertinya tidak ada sekolahan swasta, sehingga semua anak dari berbagai strata sosial bersekolah di tempat yang sama. Negara tampaknya berkomitmen untuk memberikan layanan pendidikan yang merata, sehingga hampir semua sekolah di Finlandia, dimanapun berada, memiliki kualitas yang merata.

Kedua, Finlandia tampaknya berfokus pada inovasi-invasi kecil yang dilakukan dengan sungguh-sungguh. Berbagai inovasi ini pada akhirnya akan terakumulasi menjadi sesuatu yang mampu mendongkrak kualitas pendidikan secara signifikan. Bahkan di bagian awal buku ini, tidak ada hal yang secara khusus membahas model pembelajaran atau hal teknis lain yang dilakukan dunia pendidikan Finlandia.

Ketiga, guru atau sekolah menjadi siswa sebagai fokus utama mereka. Banyak hal yang mereka lakukan untuk memenuhi kesejahteraan siswa. Kesejahteraan di sini adalah usaha untuk memenuhi kebutuhan dasar para siswa. Ini bukan tentang hal-hal yang berhubungan dengan ekonomi, tetapi lebih kepada aspek psikologis.

Buku ini menarik bagi saya, dan saya akan mencoba membaca dan menikmatinya. Setidaknya saya berharap ada hal-hal yang nanti bisa saya implementasikan di ruang kelas. 

Tulisan mengenai buku ini akan saya jelaskan pada postingan selanjutnya. Tulisan ini bukan resensi, namun lebih kepada apa yang dapat saya cerna dan pelajari dari suatu sistem pendidikan yang dapat dikatakan sukses, dari sudut pandang orang luar.

Bersambung ....

Kisi-Kisi ASAT IPA Kelas VII dan VIII Tahun Ajaran 2024/2025

Satu bulan lagi, semua siswa kelas VII dan VIII SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan akan menempuh Asesmen Sumatif Akhir Tahun (ASAT) Tahun Ajaran ...