Rabu, 05 Maret 2025

#2 Ramadhan adalah Kesadaran Diri


Ramadhan adalah bulan yang spesial, bulan dimana perintah puasa satu bulan penuh dilaksanakan dan bulan turunnya Al Quran pertama kali. Sepanjang hidup saya hingga sekarang ini, setiap Ramadhan memiliki makna yang unik.

Ketika masih kecil, tantangan utama di bulan mulia ini adalah menahan lapar dan haus. Namun sekarang, lapar dan haus bukanlah tantangan yang utama. Ketika sudah dewasa tantangan utama adalah bagaimana mengendalikan diri.

Berperang melawan diri sendiri bukanlah hal yang mudah, inilah perang yang sesungguhnya. Perang untuk melawan ego kita, melawan hawa nafsu kita, melawan sisi buruk dari diri kita. Setiap orang pasti memiliki sisi egoisnya atau idealismenya,, terkadang bisa hal yang benar dan terkadang bisa juga hal yang salah.

Puasa adalah ibadah yang melatih diri kita untuk mampu mengendalikan diri kita. Siapapun mungkin akan setuju bahwa orang yang sukses adalah orang yang mampu mengendalikan dirinya. Kegagalan dalam mengendalikan diri hanya akan berujung pada kecerobohan, keputusan yang salah, dan kenyataan yang berbeda dengan yang direncanakan.

Puasa mengajarkan saya untuk menjaga lisan, daripada berkata yang buruk lebih baik diam. Namun lebih dari itu, sikap diam atau tenang adalah sesuatu yang perlu kita pelajari. Ada kalanya kita harus diam, tidak semua perlu kita komentari. Kita tidak tahu segalanya, dan sudah selayaknya kita tidak bersikap sok tahu akan segalanya. Ada kalanya harus memilih diam.

Diam, menahan diri, melihat kondisi, dan kemudian baru memikirkan dengan matang. Hal-hal tersebut menurut saya adalah  langkah untuk mengambil suatu keputusan atau tindakan yang tepat. Puasa mengajarkan dan melatih kita untuk bisa menerapkan itu semua.

Setiap hari kita dalam kondisi lingkungan yang bising, membuat kita tidak tenang. Tidak berpikiran jernih dan selalu tergesa-gesa dalam mengambil tindakan. Di bulan yang  suci ini, saya belajar untuk lebih tenang dan lebih bisa mengendalikan diri saya.

Dalam Al Quran, tujuan ibadah puasa adalah menjadi orang yang bertakwa, orang yang menjalankan perintah Allah, dan menjauhi larangan Allah. Menurut saya ketakwaan ini erat hubungannya dengan kesadaran diri. Orang yang memiliki kesadaran diri akan mampu mengendalikan diri.

Orang yang sadar akan dirinya berarti memahami dengan penuh siapa dirinya, dimana ia sekarang, dan apa tanggung jawabnya dalam kehidupan ini. Kesadaran diri ini melahirkan pengendalian diri dengan rambu-rambu ketakwaan, mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.

Pengendalian diri yang secara sadar kita lakukan akan membuat kita lebih terarah dalam menjalani setiap aktivitas, mengetahui secara persis apa target kita dalam kehidupan ini, mampu membedakan sikap yang patut dan tidak patut, dan yang paling penting mampu bertanggung jawab terhadap dirinya.

Puasa akan melatih kita menjadi pribadi yang tenang dan sadar, sehingga kita memahami dengan penuh siapa diri kita dan apa yang akan kita lakukan. Pribadi yang sadar akan keseluruhan dirinya akan senantiasa menjaga dirinya untuk tetap dalam jalan kebaikan, jalan yang diridhoi Allah swt.

Sabtu, 01 Maret 2025

#1 Ramadhan 1446 H: Batasi Diri, Bahagiakan Diri


Hari ini adalah hari pertama puasa Ramadhan di tahun 2025. Hari pertama adalah masa ketika tubuh beradaptasi dengan ibadah puasa, bagi yang tidak terbiasa berpuasa maka hari pertama akan terasa lemas dan cukup lapar. Tetapi nanti setelah beberapa hari, tubuh akan sudah terbiasa dengan ritme puasa dan semuanya akan berjalan biasa saja.

Puasa adalah ibadah yang membatasi, tidak hanya membatasi jam makan dan minum kita, namun berpuasa juga membuat kita membatasi sikap, perilaku, dan interaksi kita. Pada bulan ini pahala dilipatgandakan, setiap orang berusaha untuk menjadi pribadi yang baik, dengan paksaan berbagai pembatasan ini.

Namun kenapa kita perlu membatasi diri? bukankah jika semakin bebas orang akan menjadi bahagia, karena bisa melakukan apapun yang dimaunya. Namun kenyataan dan apa yang dipikirkan ternyata berjalan berlawanan, semakin kita membatasi diri kita, semakin mudah kita menjadi bahagia. Kok bisa?

Tulisan ini merupakan hasil pikiran saya, mencoba untuk berpikir kritis, dan mencoba menemukan makna dari setiap peristiwa.

Yang pertama, kebahagiaan adalah hal yang berasal dari dalam diri kita. Kebahagiaan tidak ditentukan oleh faktor luar, kita mempunyai kuasa atas diri kita, dan kita yang memutuskan apakah kita mau bahagia atau tidak.

Memang benar banyak faktor diluar kendali kita yang dapat memberikan dampak menyenangkan atau tidak menyenangkan kepada diri kita. Kita tidak dapat mengatur hal-hal apa saja yang akan mengenai kita, namun kita bisa memilih bagaimana kita bereaksi.

Sebagai seorang muslim kita mengenal istilah bersyukur, syukur akan memicu timbulnya kebahagiaan. Bersyukur menurut saya adalah menerima apa yang diberikan Allah kepada kita, mencoba berpikir positif, dan berusaha mencari hikmah atas apa yang telah diberikan-Nya. 

Yang kedua, kita harus membatasi apa yang harus menjadi perhatian kita. Dengan adanya media sosial, kita menjadi tahu semakin banyak. Semakin banyak tahu belum tentu bermanfaat untuk kita, terkadang banyak yang bertebaran di media sosial adalah hal yang sebenarnya tidak kita perlukan, dan kita tidak perlu tahu juga.

Konten-konten viral atau berita yang belum jelas kebenarannya seringkali muncul dengan mudah di gawai kita. Banyak dari hal tersebut yang menyita perhatian kita, namun sangat sedikit yang berada dalam pengaruh kita. Semua hal-hal tersebut hanya akan membuat perasaan kita campur aduk, marah, gelisah, dan kita pun tidak bisa berbuat apa-apa, karena hal tersebut di luar pengaruh kita.

Maka biarkan hanya yang penting-penting saja untuk diri kita yang masuk dalam otak kita. Hal-hal yang sekiranya akan menambah beban pikiran, membuat marah, membuat sedih yang tidak jelas, sebaiknya tidak perlu masuk ke dalam pikiran kita, dan kita pun tidak perlu menuruti keinginan untuk mengetahuinya.

Pikirkan apa yang penting, dan lakukan apa yang bisa kita lakukan. Membatasi diri dari hal-hal yang tidak perlu adalah salah satu jalan menuju kebahagiaan. Lakukan yang bisa dilakukan, jangan memikirkan sesuatu yang kita sendiri tahu kita tidak sanggup untuk melakukannya. Batasi ambisi, cukup ambisi yang pendek, kecil, dan konsisten.

Saya juga mencoba memikirkan apa yang dikatakan dr Fahrudin Faiz, bahwa bahwa bahagia itu adalah ketika kita tahu diri dan tahu batas. Saya cukup setuju dengan hal tersebut. 

Kita harus tahu diri kita, siapa kita, apa tugas kita, apa kemampuan kita, dan apa yang bisa kita lakukan untuk kebaikan umat dan agama. Memahami diri dan batas diri akan membuat kita bisa memahami diri kita sendiri. Tahu batas akan membuat kita terhindar dari hal-hal bodoh, karena kita tahu batas diri kita.

Batasi diri kita supaya kita bahagia. Batasi dengan apa yang penting untuk diri kita saja, palingkan perhatian dari hal-hal yang sekiranya tidak penting dan berpotensi buruk pada diri kita, syukuri apa yang kita peroleh, dan mencoba berpikir positif dalam semua keadaan.

Semoga Allah senantiasa membimbing kita dan memberikan kita dan keluarga kita keselamatan dunia dan akhirat.


#2 Ramadhan adalah Kesadaran Diri

Ramadhan adalah bulan yang spesial, bulan dimana perintah puasa satu bulan penuh dilaksanakan dan bulan turunnya Al Quran pertama kali. Sepa...