Puasa merupakan syariat yang harus dilakukan seorang muslim di bulan Ramadhan. Selama ini saya memahami puasa adalah menahan makan, minum, dan beberapa hal lain dari terbit fajar hingga terbenam matahari. Namun setelah mendengar pemaparan dr Fahrudin Faiz mengenai hakikat puasa, cara pandang saya terhadap puasa mengalami pendalaman. Dalam tulisan ini saya akan mencoba menuliskan hakikat puasa dari pemaparan dr Fahrudin Faiz yang saya pahami.
Sebenarnya ibadah puasa adalah hal yang kurang disukai, karena dalam menjalankannya kita harus menahan tidak makan, minum, dan berbagai perbuatan lain yang akan mengurangi pahala, atau bahkan membatalkan puasa. Namun sebagai seorang muslim, kita memilih untuk menjalankan perintah puasa.
Memilih untuk melakukan berpuasa berarti kita lebih memilih kehendak Allah di atas ego dan keinginan pribadi kita. Keputusan untuk menerima dan menjalankan puasa secara sadar merupakan suatu bentuk kesadaran bahwa kita adalah hamba yang selayaknya dan harus mengikuti perintah Allah.
Puasa merupakan sebuah pelatihan spiritual yang mengasah kemampuan memilih kehendak Allah di atas keinginan diri. Dalam Al Quran, puasa mempunyai tujuan untuk membentuk manusia yang bertakwa. Harapannya nanti sesudah bulan puasa kita akan terlatih untuk mendahulukan kehendak Allah daripada keinginan pribadi kita.
Dengan berpuasa, kita berusaha menghadirkan dimensi spiritual yang mengedepankan kehadiran Allah dalam kehidupan sehari-hari. Puasa melatih kita untuk menahan diri dari kesenangan duniawi demi mendekatkan diri kepada Allah swt. Memilih mendekatkan diri kepada perintah Allah sering kali mengganggu kesenangan pribadi. Namun dengan memilih puasa, kita menunjukan komitmen kepada Allah.
Berpuasa adalah momen merendahkan diri dan menyadari kelemahan sebagai bagian dari proses spiritual yang lebih tinggi. Kesadaran akan kelemahan dapat meningkatkan level spiritualitas kita, sedangkan jika kita merasa tinggi maka akan menurunkan level spiritualitas kita.
Puasa merupakan hal yang unik, hukum polaritas ternyata berlaku dalam puasa. Hukum polaritas adalah hal berbeda yang berpasangan. Beberapa contoh hukum polaritas dalam puasa seperti, puasa adalah perintah, namun didalamnya berisi larangan.
Contoh polaritas yang lain diri puasa adalah menahan diri untuk menikmati. Menahan diri dan menikmati adalah dua hal yang berlawanan, namun itu adalah pasangan. Kenikmatan saat berbuka hanya bisa diperoleh jika kita mau menahan diri dari makan dan minum dari pagi hingga sore. Konsep ini dapat kita pakai dalam kehidupan ini bahwa dalam kehidupan ini kita harus bisa menahan diri dari nafsu, dengan demikian akan mengantarkan kita pada kenikmatan hidup dan pengalaman yang lebih berharga.
Puasa membentuk kekuatan diri dengan cara “menyakiti diri”. Puasa melatih diri kita untuk menghadapi rasa sakit, ketidaknyamanan, yang pada akhirnya membangun ketangguhan. Proses berpuasa dapat membuat seseorang lebih kuat dan tangguh dalam menghadapi tantangan hidup. Kesadaran ini penting untuk mengembangkan karakter dan kekuatan mental yang lebih baik.
Beberapa hal di atas adalah makna puasa yang dapat saya petik dari penjelasan dr Fahrudin Faiz. Baru sekarang saya menyadari manfaat puasa yang begitu dalam. Manfaat yang kita peroleh dari puasa lebih besar daripada kesukaran yang harus dihadapi. Semoga kita bisa istiqomah dalam menjalankan ibadah puasa ini. Amin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar