Minggu, 08 Juni 2025

Refleksi menjelang akhir Tahun Ajaran 2024/2025


Menjelang akhir tahun ajaran 2024/2025, banyak hal yang ingin saya refleksikan mengenai perjalanan selama tahun ajaran ini dan apa saja yang dapat saya ambil pelajaran atau bahan perbaikan untuk tahun ajaran mendatang. Saya tidak tahu harus memulai dari mana, namun saya akan menulis mengalir saja.

Saya akan memulai dari proses belajar mengajar. Harus saya akui bahwa proses pembelajaran yang ideal, yaitu berpusat pada peserta didik belum dapat saya lakukan dengan baik. Jika ditelusuri dari awal, perencanaan pembelajaran yang saya buat belum matang. 

Dalam penentuan tujuan pembelajaran, saya, mengambil langsung dari tujuan pembelajaran yang disediakan platform merdeka mengajar, yang kini sudah berganti nama menjadi Ruang GTK. Tidak salah dan memang diperbolehkan, namun jika saya sekarang bertanya kepada diri saya sendiri apakah tujuan pembelajaran tersebut sesuai dengan kebutuhan saya, maka jawabannya tentu tidak. Seharusnya saya menganalisis sendiri capaian pembelajaran yang harus dicapai, kemudian menurunkannya menjadi tujuan pembelajaran yang sesuai dengan kebutuhan dan kondisi yang ada.

Tujuan pembelajaran yang tidak ideal ini menjadikan proses pembelajaran tidak maksimal. Dalam pelaksanaannya, saya membuat lagi tujuan pembelajaran dalam modul ajar saya ketika akan mempersiapkan pembelajaran. Tentu saja ini tidak ideal, karena tujuan pembelajaran yang dibuat insidental ini tidak saling terhubung satu sama lain, sehingga proses pembelajaran berfokus pada tiap bab, tidak secara utuh.

Dengan demikian langkah awal yang akan saya coba kerjakan di awal tahun ajaran depan adalah membuat perencanaan, dalam hal ini alur tujuan pembelajaran, yang sesuai dengan kebutuhan. Dimulai dengan menganalisis capaian pembelajaran, menentukan kompetensi yang harus dicapai peserta didik, merumuskan tujuan pembelajaran, dan merumuskan ide kegiatan belajar yang melatih peserta didik untuk kolaboratif, kritis, kreatif, dan ilmiah. Kenapa faktor ilmiah saya masukkan, karena tujuan utama mata pelajaran yang saya ampu, IPA, adalah menanamkan proses berpikir ilmiah pada diri peserta didik. Membiasakan peserta didik untuk melakukan langkah-langkah ilmiah dalam menghadapi atau menyelesaikan suatu masalah.

Dalam kegiatan pembelajaran, saya belum mampu melakukan pembelajaran yang berpusat peserta didik. Hal ini terlihat dari belum terakomodasi nya kebutuhan belajar peserta didik yang beragam, model pembelajaran yang belum relevan dengan kebutuhan zaman sekarang, peserta didik masih pasif dalam diskusi kelas, dan proses asesmen yang belum ideal.

Dalam Pendidikan Guru Penggerak (yang sekarang sudah dihapus), kegiatan pembelajaran harus memfasilitasi keragaman peserta didik, maka dikenal pembelajaran berdiferensiasi. Pendekatan pembelajaran berdiferensiasi sebenarnya adalah suatu gagasan yang bagus, namun harus diakui dalam persiapan dan pelaksanaannya cukup menyita waktu. Namun dengan melihat keragaman peserta didik, pendekatan ini memang mutlak harus dilakukan, jika kita berkomitmen bahwa setiap peserta didik berhak untuk belajar sesuai karakteristik dan kemampuannya. Implikasi dari pendekatan berdiferensiasi ini adalah proses pembelajaran yang cukup melelahkan guru, dan asesmen yang lebih beragam.

Mengenai model pembelajaran, saya mengakui bahwa saya cukup tradisional. Saya harus mulai belajar berubah untuk berani mencoba model pembelajaran yang terkini. Untuk tahun ajaran depan saya merencanakan untuk memprioritaskan model pembelajaran saintifik, inkuiri, pembelajaran berbasis proyek dan pembelajaran berbasis masalah. Keempat model pembelajaran tersebut saya pilih karena cocok dengan pembelajaran IPA, yang menekankan pada proses berpikir ilmiah.

Beberapa masalah yang harus saya selesaikan adalah bagaimana mengatasi kepasifan peserta didik dan meningkatkan minat literasi atau membaca mereka. Mengenai kepasifan, saya tidak tahu mengapa peserta didik sulit untuk diajak berdiskusi, mereka selalu takut untuk menyampaikan pendapat atau jawaban mereka. Pernah saya bertanya, apa yang mereka takutkan sehingga takut menyampaikan pendapat atau jawaban, secara umum jawaban mereka adalah takut salah.

Saya tidak tahu apakah ini adalah budaya yang terbangun di jenjang pendidikan sebelumnya, atau adakah faktor lain. Berulang kali saya menegaskan bahwa tidak masalah jika menjawab dan jawabannya salah, sekali lagi tidak masalah, namun kenyataannya hampir sebagian besar masih diam di kelas selama pembelajaran.

Mungkin juga diperlukan proses pembelajaran yang menyenangkan, dan masalahnya, saya tidak tahu bagaimana untuk membuat suatu pembelajaran IPA menjadi menyenangkan. Masalah lain adalah minat literasi dan belajar yang masih rendah, faktor ini tentu tidak terlepas dari peran keluarga. Kebanyakan peserta didik tidak membaca buku yang ada dan tidak berusaha mencari bacaan lain. Belajar tanpa proses membaca tentu mustahil.

Jika saya menyimpulkan apa yang telah saya tuliskan, maka beberapa hal berikut ini perlu untuk menjadi perhatian saya dalam mempersiapkan tahun ajaran mendatang. Hal tersebut antara lain: membuat perencanaan mengenai tujuan pembelajaran yang relevan; mempersiapkan pembelajaran dengan lebih baik, mulai menentukan kegiatan utama, model pembelajaran yang dilakukan, melakukan asesmen diagnostik, menentukan asesmen formatif yang digunakan, dan tentu saja mempersiapkan alat dan bahan; serta mencari solusi agar peserta didik memiliki kesadaran akan pentingnya belajar, bertanggung jawab pada proses belajarnya, aktif dalam kelas, dan tentu saja menumbuhkan minat literasi dan belajar peserta didik.

Mungkin ini saja tulisan mengenai refleksi saya di akhir tahun ajaran 2024/2025, mungkin ada yang terlupa tidak saya tuliskan. Saya menulis ini agar apa yang ada di otak saya dapat saya keluarkan dan mengkonstruksikan nya secara lebih jelas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Pola Pikir Bertumbuh dalam Pembelajaran Mendalam

Hari ini (19/6) adalah hari kedua dalam Bimbingan Teknis Digitalisasi Pembelajaran yang diselenggarakan Kementerian Pendidikan Dasar dan Men...