Pengambilan Keputusan berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan
sebagai Pemimpin
Jefri Adi Setiawan, S.Pd
SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan
Peserta PGP Angkatan 11
Salah satu peran guru yang saya pelajari dalam Pendidikan Guru Penggerak (PGP) ini adalah sebagai pemimpin pembelajaran. Seorang guru harus memahami filosofi pendidikan yang dicetuskan Ki Hadjar Dewantara, bahwa tugas seorang guru adalah sebagai fasilitator yang mengantarkan siswa untuk mencapai kebahagiaan sesuai kodratnya masing-masing.
Untuk mewujudkan filosofi pendidikan tersebut, seorang guru harus mempunyai visi yang jelas untuk tercapainya tujuan pendidikan. Selain memiliki visi yang jelas, guru harus memahami perannya. Salah satu peran guru adalah pemimpin pembelajaran.
Sebagai seorang pemimpin pembelajaran, guru perlu mengambil berbagai keputusan untuk memastikan visinya terwujud. Salah satu hal yang harus dilakukan guru adalah menegakkan disiplin positif. Selain itu, salah satu bentuk implementasi guru sebagai pemimpin pembelajaran adalah dengan menyelenggarakan pembelajaran berdiferensiasi dan pembelajaran sosial-emosional.
Dalam melaksanakan tugasnya sehari-hari, guru terkadang dihadapkkan kondisi-kondisi yang mengharuskannya untuk mengambil keputusan. Masalah-masalah yang muncul bermacam-macam, baik masalah yang berhubungan dengan siswa, rekan sejawat, maupun kebijakan yang ada.
Permasalahan yang terkadang dihadapi seorang guru dapat berupa bujukan moral atau dilema etika. Untuk permasalahan yang berhubungan dengan bujukan moral relatif lebih mudah untuk dianalisis, karena sangat terang perbedaan antara kebenaran dan kesalahan. Seorang guru harus memiliki nilai dan prinsip, sehingga dapat menghindarkannya dari mengambil keputusan yang salah dalam hal bujukan moral.
Namun untuk permasalahan yang berhubungan dengan dilema etika, seorang guru terkadang sulit untuk mengambil keputusan yang tepat. Karena dalam kasus dilema etika yang sedang dipertentangkan adalah nilai-nilai yang sama-sama benar. Dalam posisi ini guru harus dapat berpikir secara tenang, mempertimbangkan berbagai informasi atau fakta yang ada, dan secara bijak dapat mengambil keputusan yang paling baik.
Dalam kasus dilema etika terkadang menghadapi empat paradigma, antara lain:
- Individu melawan masyarakat. Dalam hal ini yang bertentangan adalah kepentingan indiviu atau kelompok kecil dengan masyarakat atau kelompok besar. Kedua pertentangan ini menyangkut nilai yang sama-sama benar.
- Keadilan melawan rasa kasihan. Dalam hal ini yang bertentangan adalah keharusan menegakkan peraturan yang berlaku melawan rasa kasihan atas kondisi atau permasalahan yang ada. Kedua pertentangan ini menyangkut nilai yang sama-sama benar.
- Kejujuran melawan kesetiaan. Dalam hal ini yang bertentangan adalah keinginan untuk bersikap jujur atau bersikap setia kepada kelompok atau komunitas. Pertentangan keduanya juga menyangkut nilai yang sama-sama benar.
- Jangka pendek melawan jangka panjang. Dalam hal ini yang bertentangan adalah kepentingan jangka pendek dengan kepentingan jangka panjang. Keduanya juga menyangkut nilai yang sama-sama benar.
Dalam kasus dilema etika, kebijaksanaan memengang peranan penting. Karena guru dihadapkan pada kondisi bukan memilih antara benar dan salah, tetapi memilih antara dua hal yang benar. Memilih dua hal yang benar adalah tidak mudah, namun guru harus berani berusaha untuk memilih salah satu yang dapat memberikan manfaat lebih banyak.
Pertimbangan yang dipakai dalam menghadapi kasus dilema etika bermacam-macam. Pertimbangan tersebut antara lain apakah akan mengambil keputusan yang mempertimbangkan kebaikan banyak pihak, apakah akan mengambil keputusan berdasarkan menjunjung tinggi nilai atau prinsip dalam diri, atau apakah mengambil keputusan berdasarkan apa yang akan dilakukan orang lain terhadap kita jika kita berada dalam permasalahan tersebut.
Terdapat tiga prinsip yang digunakan untuk menyelesaikan permasalahan dilema etika, prinsip tersebut dikenal sebagai prinsip resolusi. Prinsip tersebut antara lain berpikir berbasis hasil akhir (End-based thinking), berpikir berbasis peraturan (Rule-based thinking), dan berpikir berbasis rasa peduli (Care-based thinking).
Berpikir berbasis hasil akhir memiliki arti bahwa guru dalam menghadapi permasalahan dilema etika akan mengambil keputusan yang memberikan manfaat atau menyenangkan banyak orang.
Berpikir berbasis peraturan memiliki arti bahwa guru dalam menyelesaikan permasalahan dilema etika akan mengambil keputusan yang sejalan dengan peraturan atau norma yang berlaku.
Sedangkan berpikir berbasis rasa peduli memiliki arti bahwa guru dalam menyelesaikan permasalahan dilema etika akan lebih mengedepankan simpati, empati, dan perasaan orang lain ketika akan mengambil suatu keputusan.
Ketiga prinsip tersebut dapat mempertimbangkan situasi dan akar permasalahan dilema etika yang terjadi. Pada akhirnya tidak ada keputusan yang seratus persen tepat, selalu ada ruang bahwa keputusan tersebut akan berpotensi merugikan atau berdampak negatif.
Untuk mengetahui suatu keputusan apakah tepat atau tidak, guru dapat melakukan pengujian. Guru sebaiknya tidak tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, namun perlu melakukan pengujian untuk mengetahui apakah keputusan tersebut sudah tepat atau belum.
Untuk melakukan pengujian suatu keputusan dapat dilakukan dalam beberapa langkah, antara lain:
- Mengenali nilai-nilai yang saling bertentangan.
- Menentukan pihak-pihak yang terkait dalam permasalahan tersebut.
- Mengumpulkan fakta-fakta yang relevan.
- Melakukan pengujian benar-salah. Pengujian ini bertujuan untuk mengetahui apakah permasalah yang dihadapi adalah bujukan moral atau dilema etika. Ketika dalam pengujian benar salah, keputusan tersebut mengalami kegagalan, maka dapat dikatakan permasalahan tersebut adalah bujukan moral. Uji benar salah meliputi uji legal, uji regulasi/standar etik, uji intuisi, uji publikasi, dan uji panutan.
- Melakukan pengujian paradigma dilema etika.
- Melakukan prinsip resolusi.
- Melakukan investigasi opsi trilema. Opsi trilema adalah opsi lain dari dua opsi yang sudah tersedia.
- Membuat keputusan.
- Melihat lagi keputusan yang telah diambil dan merefleksikannya kembali.
Jika guru telah melakukan pengujian keputusan, maka keputusan akhir yang didapat dapat dikatakan sebagai keputusan yang baik dan bijak. Keputusan tersebut tentu dapat dikaji dan ditinjau ulang dengan mempertimbangkan kondisi yang terjadi di masa mendatang.
Guru sebagai pemimpin pembelajaran harus berani untuk mengambil resiko dalam membuat suatu keputusan. Keputusan tersebut harus berpihak pada siswa, berdasarkan nilai kebajikan, dan guru harus siap bertanggung jawab atas konsekuensi dari keputusan yang telah diambil.
Memang bukan hal yang mudah, namun kemampuan dalam mengambil keputusan harus dilatih. Guru tidak boleh lari dari suatu permasalahan, namun guru harus mampu menghadapi dan berani bersikap atas permasalahan yang sedang dialami, terutama yang berhubungan dengan dilema etika.
***