Rabu, 22 Oktober 2025

Refleksi Pembelajaran hari ini, Pembelajaran Mendalam yang "Kejeron"


Rabu 22 Oktober 2025, siswa SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan memperingati Hari Santri, semua siswa memakai baju khas santri, seperti kemeja putih, bersarung, dan berpeci hitam. Singkat cerita, entah karena miskomunikasi, hampir sebagian siswa tidak membawa buku pelajaran hari ini. Mungkin mereka mengira hari ini akan diisi dengan kegiatan non kurikuler, ternyata tidak.

Dengan segala keterbatasan yang ada, proses pembelajaran harus berlangsung, dan saya mencoba untuk memutar otak untuk bagaimana menyiasatinya. Dalam tulisan ini saya akan merefleksikan proses pembelajaran di kelas IX-B dan VII-B, dengan segala keterbatasan hari ini, saya merasa kegiatan pembelajarannya cukup menyenangkan dan dapat diterima siswa dengan baik.

Saya tidak tahu apakah proses pembelajaran yang saya laksanakan hari ini dapat dikategorikan dalam Pembelajaran Mendalam. Yang saya pahami dari Pembelajaran Mendalam adalah tiga komponen penting yang harus ada di dalamnya, seperti berkesadaran (mindful learning), bermakna (meaningful learning), dan menyenangkan (joyful learning). Saya akan merefleksikan apakah ketiga hal tersebut ada dalam pembelajaran yang saya lakukan hari ini, menurut saya.

Di IX-B saya mengajar materi Listrik Dinamis. Karena keterbatasan hari ini, saya mengajak siswa ke laboratorium komputer untuk mengakses Virtual Lab dari pHet. Kami menggunakan circuit construction kit DC sebagai media pembelajaran.

Di awal pembelajaran saya hanya memberi sedikit pengantar mengenai rangkaian listrik, mungkin karena para siswa sudah familiar dengan hal berbau digital, sebelum saya memberi instruksi mereka sudah mencoba-coba sendiri. Metode yang saya gunakan adalah memberi mereka contoh sebuah rangkaian listrik sederhana yang terdiri dari baterai, saklar, kabel dan lampu. Setelah itu saya memberikan mereka tantangan untuk membuat sebuah rangkaian listrik.

Yang pertama adalah membuat rangkaian seri, saya mengatakan kepada mereka, “Buatlah rangkaian listrik yang terdiri dari tiga buah lampu, dimana jika satu nyala yang lain menyala, jika satu mati yang lain juga mati.” Seketika para siswa mencoba, dan dalam waktu singkat beberapa siswa dapat membuat rangkaian yang dimaksud.

Yang kedua adalah membuat rangkaian paralel, saya memberi instruksi kepada mereka, “Buatlah rangkaian dari tiga buah lampu, dimana jika satu mati yang lain tetap menyala.” Untuk tantangan kedua para siswa merasa kesulitan, kemudian saya mendemonstrasikan bagaimana membuat rangkaian paralel sederhana.

Yang ketiga adalah membuat rangkaian campuran seri-paralel. Saya memberikan sebuah soal cerita tentang sebuah rumah dan mereka ditantang untuk membuat rangkaian listrik untuk rumah tersebut. Semua siswa mencoba, ada yang berhasil ada pula yang tidak.

Saya melihat dalam proses pembelajaran tersebut aspek berkesadaran telah muncul, hal ini terlihat dari siswa yang fokus dan perhatian kepada pembelajaran. Aspek kebermaknaan muncul ketika mereka memahami pengaplikasian materi rangkaian listrik ini dalam kehidupan sehari-hari, seperti membuat rancangan rangkaian listrik rumah dan penggunaan sekring (fuse) untuk mencegah korsleting listrik. Saya melihat kegembiraan pada diri mereka, seperti ekspresi senang ketika berhasil menyelesaikan tantangan yang diberikan, kadang mereka juga bersorak ketika rangkaian yang dibuat bekerja seperti yang diharapkan.

Entah sesuai Pembelajaran Mendalam atau tidak, namun saya pribadi siswa menikmati pembelajaran hari ini, dan tujuan pembelajaran sepertinya juga tercapai. Di akhir pembelajaran saya memberikan tantangan kepada mereka untuk membuat rangkaian listrik dari soal cerita yang akan saya bagikan, mereka akan mencoba virtual lab tersebut di rumah, dan mengirimkan hasilnya kepada saya. Saya akan menunggu bagaimana hasilnya.

Setelah dari kelas IX-B ada jeda satu jam pelajaran, kemudian dilanjutkan mengajar di kelas VII-B. Kali ini saya mengajar materi suhu dan kalor, tujuan pembelajarannya adalah siswa memahami suhu sebagai indikator adanya kalor pada benda dan adanya perpindahan kalor ditandai dengan adanya perubahan suhu.

Saat pembelajaran saya membawa thermogun, alat pengukur suhu yang dulu sering digunakan ketika Pandemi Covid-19. Di awal pembelajaran saya meminta seorang siswa untuk melakukan demonstrasi terkait suhu di depan kelas, namanya Gufron. Pertama saya mengukur suhu awal telapak tangannya, kemudian siswa tersebut memasukkan telapak tangannya ke dalam wadah berisi air es selama tiga puluh detik, kemudian suhu telapak tangannya diukur kembali, ternyata suhunya turun. Saya memintanya untuk memasukkan telapak tangannya lagi ke air es selama tiga puluh detik, ternyata suhunya turun lagi. Pertanyaan pemantiknya, “Kenapa suhu telapak tangan Gufron turun?”

Dari demonstrasi tersebut, kami kemudian berdiskusi mengenai suhu sebagai indikator panas suatu benda, dan suatu benda dapat menerima kalor atau melepas kalor. Suatu benda yang menerima kalor ditandai dengan kenaikan suhu, sedangkan benda yang melepas kalor akan mengalami penurunan suhu.

Kegiatan selanjutnya adalah sebuah praktikum sederhana, apakah suatu aktivitas membuat kita melepas atau menerima kalor. Saya memberikan kepada tiap siswa satu lembar sticky note, dalam lembar tersebut siswa menuliskan suhu awal mereka, aktivitas yang akan dilakukan, suhu akhir setelah aktivitas, dan penjelasannya.

Dengan thermogun yang saya bawa, saya mengukur suhu tiap siswa, kemudian mereka mencatat di kertas mereka. Kemudian mereka melakukan aktivitas yang sekiranya dapat menyerap kalor atau melepas kalor. Berbagai aktivitas dilakukan siswa, mulai tidur-tiduran, menyandarkan diri ke tembok, membaca buku, bahkan jalan keliling lapangan sebanyak sepuluh putaran. Setelah lima menit berselang, saya meminta mereka untuk kembali ke tempat duduk mereka.

Saya kemudian mengukur suhu tubuh mereka setelah aktivitas dengan thermogun yang sama. Beberapa siswa mengalami kenaikan suhu, dan beberapa lainnya mengalami penurunan suhu. Mereka mencatat di kertas mereka masing-masing, dan mencoba untuk membuat penjelasan dari fenomena perubahan suhu yang terjadi pada diri mereka.

Kembali pada aspek Pembelajaran Mendalam, saya merasa ketiga aspek tersebut muncul dalam pembelajaran. Aspek berkesadaran terlihat dari perhatian siswa selama pelajaran, mereka mengikuti kegiatan pembelajaran dengan baik. Aspek kebermaknaan terlihat dari pemahaman mereka, mereka memahami ketika mereka merasa kedinginan berarti tubuh mereka sedang melepaskan kalor, dan sebaliknya jika merasa kepanasan, berarti mereka sedang menerima kalor. Aspek kegembiraan terlihat dari raut wajah siswa ketika proses pembelajaran, terutama ketika melakukan aktivitas dalam praktikum, dan menuliskan pemahaman mereka dalam kertas sticky note. Bagi saya, antusias mereka dalam pembelajaran mencerminkan kegembiraan pada diri mereka.

Itulah refleksi saya atas pembelajaran hari ini, entah sudah sesuai dengan Pembelajaran Mendalam atau tidak, bagi saya tidak penting, Yang terpenting siswa dapat mengikuti pembelajaran dengan sepenuhnya dan semoga proses pembelajaran hari ini memberikan kesenangan pada para siswa.

Berikut beberapa dokumentasi pembelajaran hari ini














Minggu, 19 Oktober 2025

Antara Tol Surabaya hingga Bunder, tulis apa yang terlintas

Perempatan tol Bunder

Pukul 17.06, bus melaju di ruas tol Surabaya-Gresik, sekarang sedang anti untuk melewati gerbang tol Tandes Barat. Akhir dari perjalanan tol ini adalah exit tol Bunder, setelah itu perjalanan ini akan melewati jalan raya non tol, mulai Gresik, Lamongan, Tuban, dan Rembang.

Bus yang sunyi disertai udara dingin yang berasal dari lubang-lubang AC, membuat mata menjadi mengantuk. Sebelum nanti saya mencoba tidur, saya akan mencoba menulis, tidak ada tema, biar jari jemari ini menari bebas di atas tuts keyboard handphone.

Menurut perkiraan cuaca, hari ini akan turun hujan. Tapi, melihat kondisi langit yang cerah dan tiada awan hitam yang tampak, bisa jadi perkiraan cuaca tersebut tidak tepat. 

***

Sebentar lagi akan sampai di gerbang tol Bunder, Gresik. Tidak jauh dari gerbang tol tersebut, ada terminal Bunder. Sebuah tempat yang tidak asing bagi saya, karena hampir setiap hari ketika masa SMP-SMA saya selalu singgah di sana, untuk menunggu dan berganti angkutan umum (lyn), dari rumah ke sekolah atau sebaliknya.

Setelah keluar dari gerbang tol Bunder, tidak berselang lama kita akan bertemu dengan sebuah penempatan. Dulunya adalah sebuah perkiraan, namun kemudian di sisi sebelah utara dibangun akses jalan tol baru yang menghubungkan Gresik dengan Mojokerto, bahkan hingga Solo-Yogyakarta.

***

Pukul 17.24 bus berhenti sejenak di Terminal Bunder. Sekarang terminal ini sudah terlihat lebih baik, lebih terlihat modern. Terminal ini lebih bersifat sebagai terminal transit atau penghubung.

Suasana terminal Bunder sore hari

Dulu terminal ini hanya disinggahi lyn trayek Gresik-Surabaya dan bus dalam kota seperti tujuan Bojonegoro, Tuban, dan Lamongan. Sekarang ada bus trans jatim yang menghubungkan Gresik dan Sidoarjo, dengan trayek terminal Bunder hingga terminal Porong.

Jujur saya sudah tidak mengikuti perkembangan Kabupaten Gresik dalam waktu yang cukup lama, Kabupaten Gresik merupakan salah satu penolong kota Surabaya, yang dahulu tergabung dalam GERBANG KERTASUSILA (Gresik, Bangkalan, Mojokerto, Surabaya, Sidoarjo, dan Lamongan).

Hingga pukul 17.32, belum ada tanda-tanda bus akan bergerak, entah menunggu apa, saya tidak tahu. Suasana memasuki Maghrib, suasana semakin gelap, dan jalan raya terlihat semakin padat, terutama dengan sepeda motor. Ya, saat ini adalah waktunya orang pulang kerja, semuanya hampir menumpuk di jalan raya, mengendarai kendaraannya masing-masing, dan berharap sampai rumah dengan segera.

***

17.35, bus sudah mulai bergerak melanjutkan perjalanan. Saya pun tidak tahu harus menulis apa lagi. Dan kini memasuki Kecamatan Duduksampeyan, saya menghabiskan waktu dari kecil hingga usia dua puluhan. 

Mungkin saya akan mencoba tidur saja, jika nanti ada yang ingin saya tuliskan, ya ditulis saja.

Sabtu, 18 Oktober 2025

Pelajaran dari Sebuah Ruangan


Pagi ini saya berada di sebuah ruang pertemuan salah satu sekolah di Kabupaten Sidoarjo. Sebuah sekolah swasta dengan jumlah murid yang tidak terlalu banyak jika dibandingkan dengan sekolah sederajat di sekitarnya.

Saya tidak akan berfokus pada keseluruhan sekolah, namun pada ruangan ini saya. Ya, ruangan pertemuan ini.

Sebenarnya ruang pertemuan ini tidak terlalu istimewa, yang menarik perhatian saya adalah kemampuan sekolah untuk mengoptimalkan ruangan ini dengan segala keterbatasan yang ada pada mereka.

Lantai ruangan ini adalah keramik model lama. Sebuah keramik berwarna putih polos dengan ukuran sekitar 20 x 20 cm, keramik dengan model seperti ini sudah jarang dipakai sekarang ini. Fakta ini menunjukkan bahwa ruangan ini adalah ruangan lama.

Salah satu sudut ruangan yang menjadi spot panggung juga cukup sederhana, dindingnya ditutup triplek dengan dominasi cat warna kuning yang sudah agak kusam. Dihiasi dengan ornamen dari kertas, sudut tersebut terlihat cukup menarik.

Dinding sebelah kiri dan kanan terdapat kaca yang difungsikan juga sebagai etalase karya siswa. Karya siswa yang dipasang adalah lukisan dari cat minyak, rata-rata gambar rumah adat. Di bagian atas jendela dijadikan tempat untuk memajang berbagai piala yang diperoleh siswa.

Pelajaran yang saya ambil adalah seorang guru hendaknya bisa terus kreatif dan mengembangkan kiri dengan segala sumber daya yang ada. Keterbatasan sumber daya yang dimiliki sekolah, tidak boleh dijadikan alasan untuk tidak berkembang.

Meminjam istilah dari program guru penggerak, guru harus mampu berfikir berbasis aset. Pada yang kita punyai, itulah yang kita maksimalkan. Jika kita berpikir berbasis “seharusnya”, maka kita tidak akan bisa berkembang, karena akan menanamkan pola pikir pada diri kita bahwa kita baru akan bisa berkembang jika ada ini atau itu, atau seandainya begini atau begitu. Berfokus pada sesuatu yang tidak kita miliki dan tidak ada, adalah sia-sia.

Pepatah lama seperti, tak ada rotan akar pun jadi, dan banyak jalan menuju roma, mengingatkan kepada kita selalu ada jalan atas setiap tantangan. Memaksimalkan apa yang kita punya adalah cara paling masuk akal untuk senantiasa berkembang.

Kondisi sarana dan prasarana setiap sekolah tidak ada yang sama, apa yang ada, itulah aset yang kita punya. Semua itu harus digunakan semaksimal mungkin untuk memberikan proses pembelajaran yang maksimal kepada siswa. Menyajikan pembelajaran yang menyenangkan dan bermakna. 

Sekarang ada pilihan untuk kita atau setidaknya saya, tetap tidak mau berkembang, dan selalu mencari alasan untuk itu semua. Atau masa bodoh, lihat apa yang ada, dan gunakan untuk mengembangkan diri.

Pilihan kedua adalah pilihan saya, kalau anda?

Jumat, 17 Oktober 2025

BUM-K, Badan Usaha Milik Kelas


Tulisan ini saya buat sebagai bentuk apresiasi kepada para siswa kelas IX-A SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan yang telah berani mengambil sikap proaktif untuk mengembangkan diri mereka.

Semuanya dimulai dari ide yang muncul tiba-tiba dikarenakan adanya kesempatan untuk melatih para siswa berwirausaha. Ya, siswa berlatih menumbuhkan jiwa wirausaha.

Cerita ini dimulai ketika program Makan Bergizi Gratis (MBG) berjalan di sekolah. Setiap hari paket makanan untuk siswa datang, dan hampir semua siswa menyantap makanan tersebut cukup lahan. Orang makan tentu saja butuh minum, tidak semua siswa membawa bekal air minum dari rumah, tentu dengan berbagai macam alasan. Kebutuhan untuk minum setelah makan biasanya dipenuhi siswa dengan membeli minuman beroperasi di kantin sekolah. 

Jauh sebelum program MBG berjalan di SMP Negeri 4 Satu Atap kragan, sekolah telah mempunyai program water station. Dalam program ini setiap kelas secara mandiri menyediakan air minum dalam bentuk galon untuk siswa dalam kelas tersebut. Tujuan utama program ini adalah membiasakan siswa minum air putih dan mengurangi konsumsi minuman berpemanis serta berpewarna.

Seiring berjalannya waktu program ini tidak berjalan secara maksimal, banyak kelas yang berhenti menyediakan air minum di tiap kelasnya. Banyak alasan yang melatarbelakangi, mulai harga isi ulang galon yang dirasa cukup mahal, siswa tidak menyukai rasa airnya, dan kemampuan untuk menjaga keberlangsungan program yang tidak maksimal.

Di awal tahun ajaran ini, bisa dikatakan hanya kelas IX-A yang masih bertahan melaksanakan program water station. Ketika MBG berjalan, siswa kelas IX-A masih dapat mencukupi kebutuhan minum setelah makan, seandainya siswa tidak membawa air minum dari rumah, maka ada air minum yang siap di kelas.

Kelas lain mulai menyadari kebutuhan air minum galon ini. Pada awalnya wali kelas VII-B berinisiatif titip untuk isi ulang galon ke siswa IX-A. Siswa yang dititipi akan membawa galon kosong pulang dan besoknya membawa galon yang baru untuk diserahkan kelas VII-B.

Pada awalnya mungkin tidak masalah, namun lama kelamaan cukup menyusahkan, karena siswa kelas IX-A juga harus memenuhi kebutuhan air minum mereka sendiri. Hal ini dilihat menjadi sebuah peluang, adanya demand akan kebutuhan air minum dari kelas lain, dapat digunakan siswa IX-A untuk berlatih berwisata usaha. Ya, kelas IX-A akan mencoba menjadi agen penyedia air minum galon untuk kelas lain.

Bermodalkan kekompakan dan keinginan untuk berlatih wirausaha, siswa kemuan memesan empat galon air minum dari salah satu toko di luar sekolah. Galon-galon itu diletakkan di dalam kelas, dan ketika jam istirahat ada kelas lain yang membutuhkan isi ulang galon, kelas IX-A siap melayani.

Karena tujuan awal adalah melatih siswa berwirausaha, maka siswa juga dilatih untuk melakukan manajemen dengan baik. Mereka menghitung harga jual galon, sehingga dapat menutup modal dan mendapatkan keuntungan. Keuntungan yang didapat dari usaha ini pada akhirnya digunakan untuk keperluan kelas IX-A itu sendiri.

Saya melihat siswa kelas IX-A antusias dengan hal ini, tidak ada rasa malu ketika berjualan. Selama bukan hal yang salah dan haram, maka tidak perlu malu untuk melakukannya.

Sampai tulisan ini saya buat, sudah dua atau tiga transaksi terjadi. Galon-galon yang menjadi modal awal sudah terlihat kosong, dan akan segera memesan beberapa galon lagi.

Sebagai wali kelas, saya melihat bahwa usaha melatih jiwa wirausaha siswa ini bukan tanpa tantangan. Ada juga pihak yang melihat hal ini dengan sudut pandang negatif. Ada yang merasa siswa seharusnya tidak berjualan di sekolah, atau pengadaan galon air minum ini dilaksanakan sekolah. 

Tapi tentu saja hal itu tidak menjadi masalah bagi saya, ketika saya memberitahu kepala sekolah tentang kegiatan ini, beliau pun mendukungnya. Dan kembali lagi pada tujuan awal, menanamkan jiwa wirausaha pada siswa, bukan berfokus mencari keuntungan semata.

Saya berharap usaha yang dirintis siswa dapat bertahan lama. Jika siswa mampu bertahan menjalankan usaha ini, maka saya menganggap jiwa wirausaha telah terbentuk pada diri siswa. 

Saya menganggap usaha galon air minum yang dikelola siswa ini sebagai Badan Usaha Milik Kelas (BUM-K). Penamaan ini supaya keren saja, yang terpenting siswa berlatih berwirausaha dengan kreatif, jujur, dan bermanfaat untuk sesama.

Tantangan dunia kerja sudah berubah, kemampuan untuk adaptor, mampu melihat peluang, dan memecahkan masalah menjadi suatu keharusan.

Semoga dengan BUM-K ini, siswa kelas IX-A mampu melatih keterampilan abad 21 seperti critical thinking (berpikir kritis), creativity (kreativitas), communication (komunikasi), dan collaboration (kolaborasi).

Harapan saya, dengan melatih jiwa wirausaha ini, siswa kelak menjadi orang yang mandiri dan bermanfaat untuk sesama.

Untuk siswa IX-A, Good luck, keep developing yourselves, and I'm proud of all of you.

Senin, 13 Oktober 2025

Terminal Purabaya dan Jalur Kerata Api Rembang


Waktu menunjukkan pukul 20.29 saat saya menulis tulisan ini, duduk santai menunggu pemberangkatan bus patas yang akan berangkat menuju Semarang. Perjalanan malam dengan jarak yang lumayan jauh, bus patas mungkin menjadi pilihan yang bijak bagi saya.

Saya menaiki bus ini di terminal purabaya, orang lebih mengenal dengan terminal bungurasih. Sebuah terminal yang cukup legendaris sejak dahulu. Hampir semua bus memasuki terminal ini, baik antar kota dalam provinsi maupun antar kota antar provinsi.

Di Surabya sebenarnya ada dua terminal bus, terminal purabaya dan terminal oso wilangun. Sebenarnya secara teritorial terminal purabaya dan bandara juanda tidak masuk wilayah kota Surabaya, tapi masuk dalam wilayah Kabupaten Sidoarjo. Terminal purabaya lebih besar dan lebih lengkap daripada terminal oso wilangun. Terminal oso wilangun lebih didominasi bus antar kota dalam provinsi atau jarak dekat.

Saya mengenal Terminal purabaya sejak kecil, karena setiap tahun ada agenda mudik ke Malang. Hal ini membuat keluarga saya harus menuju Terminal ini, supaya mendapatkan pilihan bus yang lebih banyak, dan tentu saja memastikan mendapatkan tempat duduk.

Dulu waktu kecil ketika berada di terminal purabaya, ada satu tempat yang menarik perhatian saya, yaitu kios koran. Bukan karena ingin membeli koran, namun di kios tersebut menjual beberapa buku komik. Koleksi komik saya seperti donald bebek, doraemon, dan beberapa anime Jepang, saya beli di terminal ini. 

Berapa hari kemarin saya sempat membaca mengenai sejarah rel kereta api di daerah pantai utara Jawa. Dari informasi yang saya baca bahwa sebenarnya dahulu wilayah Kabupaten Rembang terdapat jalur rel kereta, namun sejak sekitar awal dekade sembilan puluhan jalur tersebut tidak aktif, alasannya kalah bersaing dengan moda transportasi lain. 

Kini jalur kereta api tersebut telah hilang tak berbekas, bahkan stasiunnya telah berubah bentuk jadi tempat usaha. Sungguh disayangkan, karena seandainya jalur tersebut masih aktif, maka banyak orang yang akan merasakan manfaatnya, termasuk saya.

Saya juga membaca ada wacana untuk mengaktifkan kembali jalur kereta tersebut, yang disebutkan dalam artikel yang saya baca adalah jalur Semarang - Rembang. Entah benar atau tidak, tapi seandainya jika hal itu terwujud, maka potensi adanya jalur kereta dari rembang ke arah timur (Surabaya) akan terbuka.

Saya bermimpi seandainya ada jalur kereta api antara Rembang dan Surabaya tentu akan menyenangkan. Selama ini modal transportasi umum yang bisa saya gunakan untuk rute ini adalah bus, dan anda semua tentu memahami bagaimana suka dan duka perjalanan dengan menggunakan bus.

Jika ada jalur kereta api Rembang - Surabaya, maka akan melengkapi pengalaman perjalanan masyarakat. Akan ada banyak pilihan transportasi umum, bus bisa, jeretabapi pun bisa.

Itulah tulisan saya, dan apakah jalur kereta api tersebut bisa segara terwujud? Wallahu alam, tidak ada yang tahu.

Sekarang saya nikmati dulu perjalanan dengan bus ini, sambil menulis dan mendengarkan pengamen yang sedang membawakan lagu dari ADA band, dengan suara serak yang sebenarnya lebih cocok dengan lagu jamrud, menurut saya. 

Masih beberapa jam lagi perjalanan ini, dan saya pun masih menunggu bus ini berangkat. Selamat malam. 

Tulisan ini saya ketik dengan keyboard bawaan android, tidak terlalu nyaman, tapi bagaimana lagi daripada tidak menulis. 

Kamis, 09 Oktober 2025

Melihat MBG dari kacamata siswa


Program Makan Bergizi Gratis (MBG) telah berjalan di SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan, banyak hal yang dapat direfleksikan dari hal tersebut. Pada awalnya program yang memiliki tujuan untuk memenuhi gizi siswa ini diterima dengan sedikit rasa ragu, hal ini karena banyaknya berita negatif mengenai MBG yang muncul di berbagai platform media sosial maupun berita.

Alhamdulillah, hampir dua pekan program ini berjalan, semuanya berjalan dengan lancar. Tidak ada kendala dan hal-hal yang ditakutkan selama ini. Dalam tulisan ini saya akan mencoba melihat bagaimana program MBG ini dari sudut pandang para siswa.

Saya telah membuat polling sederhana untuk mengetahui kesan siswa terhadap program MBG yang telah berjalan. Polling dilaksanakan dengan media Google Form dan respondennya adalah siswa kelas IX-A SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan. Siswa kelas IX-A berjumlah 18 orang, 14 orang (78%) diantaranya telah berpartisipasi dalam polling ini. Jumlah pertanyaan dalam polling ini sebanyak 5 pertanyaan.

Pertanyaan pertama adalah mengetahui bagaimana pendapat siswa terhadap program MBG. Sebanyak 92,9% menjawab suka akan program ini dan 7,1% menjawab biasa saja. Alasan mereka suka terhadap program ini mayoritas disebabkan menu makanan yang sesuai selera mereka dan mengatasi rasa lapar mereka ketika sedang berada di sekolah.

Diagram jawaban Formulir. Judul pertanyaan: Bagaimana pendapatmu mengenai program MBG yang telah berjalan?. Jumlah jawaban: 14 jawaban.

Lutfiana Khoirun Nisa menyatakan bahwa ketika sedang belajar di sekolah, terkadang dia merasa lapar. Adanya program ini membantunya untuk menghilangkan rasa lapar, sehingga lebih fokus dalam belajar.

“Sangat membantu, karena saat belajar kadang merasa lapar, dan saat mendapatkan MBG kita lebih fokus belajar dan menjadi lebih sehat, karena makanannya yang bergizi dan higienis,” ujarnya.

Muhammad Anshori menyatakan bahwa dia suka dengan MBG karena dapat makan bersama-sama dengan teman sekelasnya. “Karena bisa makan bersama teman-teman,” ujarnya singkat.

Pertanyaan kedua dari polling ini adalah apakah para siswa menyukai menu yang disajikan dalam MBG. Pertanyaan ini diajukan karena dalam pelaksanaan MBG selama ini, siswa terkadang tidak memakan atau hanya memakan sebagian dari menu yang disajikan MBG. Mengingat usia para siswa yang masih remaja, mungkin rasa makanan lebih menjadi prioritas dibandingkan dengan kandungan gizi yang ada dalam makanan tersebut.

Diagram jawaban Formulir. Judul pertanyaan: Apakah kamu menyukai menu MBG selama ini?. Jumlah jawaban: 14 jawaban.

Sebanyak 78,6% siswa menjawab mereka menyukai menu MBG, sedangkan 21,4% menyatakan biasa saja terkait menu MBG. Para siswa yang menjawab suka terhadap menu MBG menyatakan bahwa menu MBG secara umum sesuai dengan selera mereka.

Sri Utami menyatakan alasan mengapa dia menyukai menu MBG karena keragaman menu, faktor gizi, serta porsinya yang cukup banyak.

“Bermacam-macam menu sehat dan bergizi, serta porsinya yang cukup banyak,” ujarnya.

Cahyani Sayekti Khansa menyatakan bahwa dia biasa saja terhadap menu yang disajikan. Hal ini dikarenakan rasa makanan yang kurang gurih dan dia tidak menyukai sayur.

“Biasa saja, karena lauknya kurang asin dan tidak suka sayur,” ujarnya.

Pertanyaan ketiga adalah mengenai hal yang menurut siswa perlu diperbaiki dalam MBG. Hal pertama yang menurut siswa perlu diperbaiki dalam MBG adalah mengenai rasa makanan dan jenis makanan, setelah itu adalah mengenai waktu kedatangan makanan atau waktu makan.

Diagram jawaban Formulir. Judul pertanyaan: menurutmu, hal apakah yang perlu diperbaiki dari program MBG yang telah berjalan (boleh pilih jawaban lebih dari satu). Jumlah jawaban: 14 jawaban.

Mengenai rasa dan jenis makanan, siswa berkeinginan agar makanan yang disajikan sesuai dengan selera mereka. Tentu hal ini sangat subjektif, namun itu dirasa penting oleh siswa.

Ahmad Nurul Muchtar menyatakan bahwa rasa makanan selama ini kurang sedap (gurih), dan itu menurutnya adalah hal yang perlu dilakukan perbaikan.

“Karena (makanannya) ada yang tidak sedap,” ujarnya singkat.

Mesia Aprilia Putri menyatakan jam kedatangan MBG perlu diperbaiki. Menurutnya waktu makan MBG perlu diatur dengan baik agar tidak mengganggu jam pelajaran yang sedang berlangsung.

“Saya lebih memilih tentang jam penyajian atau kedatangan. Karena jika makanan terus menerus dibagikan saat jam pelajaran sangat mengganggu guru yang mengajar, karena waktunya terpotong oleh makan,” ujarnya.

Pertanyaan keempat adalah apakah ada manfaat yang dirasakan siswa dari program ini, baik manfaat terhadap tubuh, sisi emosional, maupun hal yang lain. Sebanyak 71,4% siswa merasa ada manfaat yang mereka terima dari program ini, sedangkan 28,6% merasa tidak merasakan manfaatnya.

Diagram jawaban Formulir. Judul pertanyaan: adakah manfaat yang kamu rasakan (baik terhadap tubuh, emosianal, atau lainnya) setelah program MBG berjalan hampir dua pekan ini?. Jumlah jawaban: 14 jawaban.

Secara umum manfaat yang dirasakan siswa adalah merasa lebih sehat dan bersemangat. Aggun menyatakan bahwa sekarang dia merasa lebih bersemangat dibandingkan sebelum adanya program ini. “Menjadi lebih semangat,” jawabnya singkat.

Setio Budi Sampurna mengatakan bahwa di tidak atau belum merasakan manfaat dari program ini. Dia merasa biasa-biasa saja, tidak ada perubahan sebelum menerima MBG dan Sesudah menerima MBG.

“Mungkin belum ya, soalnya saya masih biasa-biasa saja,” ujarnya.

Pertanyaan terakhir adalah seandainya siswa diberi kesempatan menentukan menu MBG, menu apakah yang mereka inginkan. Jawaban dari pertanyaan ini sangat beragam, mulai dari makanan yang populer seperti mie ayam, soto, seblak, atau ayam goreng, namun ada juga yang menginginkan makan yang mengandung vitamin dan protein untuk memenuhi kebutuhan gizi mereka.

Hafizh Rizki Fernanda menginginkan Nasi padang lengkap dengan ayam goreng serundeng, mungkin itu adalah makanan favoritnya.

“Nasi Padang dengan ayam goreng serundeng, susu, dan buah buahan. Itu lebih mantap dan lezat, jos pokok ane,” ujarnya.

Lain halnya dengan Mesia, dia menginginkan MBG dapat menyajikan makanan-makanan yang khas, supaya lebih mengenal berbagai jenis makanan.

“Saya lebih memilih makanan khas, agar kita semua tahu itu makanan khas dari mana ,” ujarnya.

Wali kelas IX-A Jefri Adi Setiawan menyatakan bahwa Program MBG adalah sebuah program yang baik, diperlukan usaha bersama agar program ini memberikan dampak yang baik kepada siswa, dan tentu saja diterima oleh siswa.

“MBG ini program yang baik, perlu usaha bersama supaya bisa diterima siswa dengan baik, dan pada akhirnya memberikan dampak yang positif,” ujarnya.

Tulisan ini memotret bagaimana MBG dari kacamata siswa, ini bukan tentang benar dan salah, namun mencoba memahami apa yang ada di benak siswa yang merupakan objek dari program ini secara langsung.

Kamis, 02 Oktober 2025

Akhirnya MBG tiba di SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan


Senin 29 September 2025, program Makan Bergizi Gratis (MBG) resmi berjalan di SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan. Jika selama ini siswa hanya bisa melihat dan mendengar berita tentang MBG saja, sekarang mereka sudah bisa merasakan secara langsung program tersebut.

Secara umum guru dan siswa menyambut program ini dengan antusias. Walaupun banyak kabar negatif tentang MBG di media sosial, tapi hal tersebut tidak menjadikan antusiasme siswa menurun untuk bisa menikmati program ini. Antusiasme siswa ini terlihat ketika mobil pengantar makanan dari Satuan Pelayanan Pemenuhan GIzi (SPPG) memasuki halaman sekolah, para siswa tampak berbondong melihat dengan raut muka ceria.

Banyaknya berita mengenai keracunan makanan MBG disikapi siswa dengan bijak, tidak serta merta mereka menolak makanan MBG, namun mereka bersikap preventif sebelum mengkonsumsi makanan tersebut. Ketika kotak makanan mereka terima, para siswa terlebih dahulu memeriksa kondisi makanan, apakah makanan tersebut aman untuk dikonsumsi. Jika makanan tersebut dinyatakan aman untuk dikonsumsi, maka siswa berdoa bersama dan dilanjutkan menyantap makanan tersebut bersama-sama.

Dalam tulisan ini saya akan memotret bagaimana suasana siswa kelas 9A SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan ketika berinteraksi dengan MBG. Kelas 9A berjumlah 18 siswa dengan karakteristik yang beragam.

Secara umum siswa 9A merasa senang mendapatkan program MBG. Sri Utami menyatakan bahwa dia merasa senang mendapatkan program tersebut.

“Senang mendapatkan program MBG,” ujarnya mengenai perasaannya terhadap program MBG.

Perasaan ragu-ragu terkait MBG mungkin disebabkan maraknya berita negatif seputar MBG di berbagai platform media sosial. Rizqi Wahyu Firmansyah menyatakan bahwa dia melakukan beberapa langkah untuk memastikan terlebih dahulu apakah layak dimakan atau tidak. Dia akan memeriksa kondisi dan bau makanan apakah terdapat keanehan atau tidak.

“Memastikan makanannya apakah basi atau tidak, mencium baunya apakah aneh atau tidak. Jika terasa aneh maka jangan dimakan, sedangkan kalau tidak ada keanehan maka dapat dimakan,” ujarnya.

Setiap hari menu makanan MBG berganti-ganti, tentu siswa terkadang berselera dan terkadang tidak. Setiap siswa mempunyai harapannya masing-masing terhadap program MBG kedepannya. Begitu juga dengan siswa kelas 9A, banyak harapan mereka untuk program MBG kedepannya.

Hafidz Rizqi Fernanda menyatakan harapannya terhadap program MBG kedepannya, terutama dalam hal menu makanan. Dia berharap agar menu MBG memakai nasi sebagai makanan pokok, jangan kentang. Selain itu dia berharap agar lauknya adalah ayam goreng.

“Seperti kemarin, MBG-nya pakai nasi jangan pakai kentang, lauknya ayam goreng,” ujarnya mengenai harapannya terhadap MBG.

Disisi lain, selama beberapa hari pelaksanaan MBG banyak cerita unik dan lucu yang dialami siswa. Hafidz Rizqi dan Rizqi Wahyu Firmansyah menyatakan dia pernah memakan makanan temannya yang tidak habis, dan mereka menikmati momen tersebut.

“Kalau makanan teman tidak habis, saya meminta makanannya dan teman saya memberi. saya makan sampai kenyang, saya senang,” ujar Rizqi.

“Makanan temanku ada yang tidak habis atau tidak dimakan, dan aku yang memakannya,” ujar Hafidz.

MBG memberi cerita yang beragam bagi siswa, sebuah program yang memiliki tujuan mulia dan banyak tantangan dalam pelaksanaannya. Semoga kedepannya program MBG memberikan dampak yang baik bagi SMP Negeri 4 Satu Atap Kragan.

Berikut ini beberapa dokumentasi MBG di kelas 9A:





Reportase Literasi Sains: Koding Arduino dan Tanding Robot

Masih lanjutan tulisan reportase tentang kegiatan Literasi Sains yang saya posting beberapa waktu yang lalu, kali ini saya akan menuliskan b...