Senin, 28 Maret 2022

Just Writing #7 : Kesan Saya Terhadap Empat Buku Ini, Part 2

Menyambung tulisan saya pada postingan sebelumnya tentang buku yang saya baca, pada tulisan ini saya akan menusliskan kesan saya terhadap dua buku terakhir.

3. Bicara Itu Ada Seninya

Buku ini ditulis oleh penulis korea selatan yang bernama Oh Su Hyang, dan telah diterjemahkan ke bahasa Indonesia. Buku ini berisi tips bagaimana berbicara kepada orang lain, mendapatkan simpati orang, dan mempengaruhi orang melalui kata-kata kita.

Dalam buku ini dituliskan pentingnya intonasi, kejelasan pengucapan, dan memberikan jiwa kepada tiap kata yang kita ucapkan. Banyak tips praktis yang diberikan dalam buku ini, dan disertai dengan contoh-contoh nyata. Walaupun sebagaian besar contoh yang diangkat adalah dari orang korea, yang tentu saja saya tidak mengenal, bahkan mengetahuinya.

Sejujurnya saya tidak terlalu terkesan dengan buku ini, entah karena apa. Namun saya menyadari pentingnya kemampuan berbicara dalam pekerjaan saya sebagai guru. Mungkin nanti suatu saat saya akan membaca ulang buku ini untuk lebih memperdalam.

4. Seni Hidup Minimalis

Dari judulnya, awalnya saya mengira buku ini membahas tentang paham minimalis secara umum. Namun ternyata saya salah, buku ini membahas tentang bagaimana memenejemen rumah menjadi minimalis. Saya tidak sampai habis membaca buku ini karena saya kurang berminat terhadap topik yang dibahas.

Buku ini mengajarkan cara bagaimana mengatur barang-barang yang ada di rumah. Secara tidak sadar memang kita cenderung untuk mengumpulkan banyak barang di rumah kita, dan delapan puluh persen adalah barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan. Sebenarnya kita dapat hidup hanya dengan dua puluh persen barang yang ada.

Di lemari rumah, kita akan menjumpai tumpukan baju yang kita miliki. Sebenarnya kita hanya menggunakan beberapa baju saja, dan baju itu-itu saja. Kita merasa penting untuk memiliki berbagai jenis baju untuk menghadapi berbagai peristiwa dimana kita akan membutuhkan baju tertentu. Namun kenyatannya kita hanya memakai baju itu-itu saja.

Dengan memiliki sedikit barang di rumah maka akan tercipta ruangan yang luas di rumah kita, dan itu akan membuat perasaan kita semakin lapang. Bayangkan jika di rumah kita banyak barang dan berserakan, maka suasana tersebut akan membuat kondisi rumah tidak nyaman.

Buku ini mengajarkan untuk mengeluarkan berbagai barang yang sebenarnya tidak kita butuhkan, bisa di buang atau di donasikan. Yang menjadi penghambat saat kita melepaskan barang adalah memori emosional kita, mungkin karena barang itu barang peninggalan, barang pemberian, atau barang yang kita dapatkan karena prestasi kita di masa lalu.

Kita harus bisa menata diri untuk hidup di batas cukup, bukan berlebihan. Sebagai seorang muslim saya setuju, karena memang seharusnya kita hidup secara cukup dan sesuai kebutuhan. Kalau mengikuti keinginan, maka tidak akan ada habisnya.

Dalam hal hidup minimalis, kita harus berlatih cukup. Mencukupi kebutuhan yang memang kita butuhkan. Untuk barang-barang yang menjadi keinginan kita, maka boleh kita memilikinya asalkan masih dalam batas wajar.

***

Demikian kesan saya terhadap empat buku yang saya baca. Kenapa saya membaca? karena saya ingin memaksa diri saya untuk tetap berkembang. Kita harus tetap merasa bodoh, karena itu adalah pintu gerbang untuk mendapatkan ilmu. Namun saat kita merasa cukup dengan apa yang kita ketahui, maka itu adalah awal dari kebodohan kita. Semoga Allah memberikan kebaikan untuk kita. Amin.

Minggu, 27 Maret 2022

Just Writing #6 : Kesan Saya Terhadap Empat Buku Ini, Part 1


Beberapa minggu yang lalu saya membuat tantangan untuk diri saya sendiri yaitu untuk konsisten membaca buku dan menulis tulisan. Saya memutuskan untuk membeli keempat buku ini dari sebuah marketplace, dan kenapa harus buku ini? Sebenarnya tidak harus buku ini, alasannya hanya keempat buku ini dijual dalam satu paket sehingga lebih murah.

Tiga dari keempat buku tersebut telah selesai saya baca, dan satu terakhir (warna kuning) masih dalam proses membaca dan sudah mendekati bab akhir buku tersebut. Benang merah dari keempat buku tersebut adalah self improvement, walaupun topik yang disajikan berbeda-beda.

Dalam tulisan ini saya akan mencoba untuk menuliskan kesan dan apa yang saya tangkap dari buku ini.

1. Sebuah Seni Untuk Bersikap Bodo Amat

Di awal buku ini disajikan kisah seseorang yang bercita-cita menjadi penulis namun tidak tercapai, dan dia bekerja sebagai pegawai kantor pos yang berpenghasilan rendah. Dia menjalani hidupnya secara buruk sampai usianya sekitar lima puluh tahun. 

Suatu malam di usia tuanya datang tawaran dan sebuah kesempatan untuk dirinya menjadi penulis. Dia menghadapi dilema apakah harus mengambil kesempatan menjadi penulis, sesuatu yang diidamkannya dari muda namun tidak ada jaminan kesuksesan disana dan bahkan terancam hidup kelaparan. Atau tetap menjalani hidupnya seperti ini yang menyedihkan. Singkat cerita, dia mengambil pilihan pertama.

Buku ini bukan berisi bagaimana menjadi orang yang cuek terhadap dunia sekitar, namun bagaimana menjadi orang yang punya tujuan dan mampu membuat prioritas untuk dirinya. Prioritas yang jernih dan bukan menjadi pengikut arus kebanyakan.

Satu hal yang menjadi perhatian saya dalam buku ini adalah tentang mental korban dan mental pahlawan. Mental korban dapat dikatakan suatu sikap dimana kita beranggapan bahwa orang lain yang harus bertanggung jawab atas segala sesuatu yang menimpa diri kita, sedangakan mental pahlawan adalah sikap seolah-olah kita harus bertanggung jawab terhadap apapun yang sedang menimpa orang lain. Atau dengan bahasa yang lebih mudah, mental korban adalah selalu minta dikasihani atau ditolong, dan mental pahlawan adalah selalu menjadi penolong atau mengambil alih masalah orang.

Yang saya maksud dalam mental korban dan mental pahlawan adalah bagaimana kita merespon dan bertanggung jawab terhadap sesuatu. Saat kita menghadapi sesuatu, maka diri kita sendiri yang bertanggung jawab atas respon kita terhadap suatu masalah. Tidak seharusnya kita mengharapkan orang lain memberikan respon atau mengambil tindakan terhadap masalah yang kita hadapi. Begitu pula sebaliknya, tidak seharusnya pula kita merasa harus bertanggung jawab untuk merespon apa yang sedang menimpa orang lain. Rasa simpati dan empati terhadap orang lain harus ada, namun bukan berarti kita mengambil tindakan atau tanggung jawab atas sesuatu yang tidak menjadi tanggung jawab kita.

2. Blink*

Buku ini membahas bagaimana kita dapat membuat sebuah keputusan yang tepat di waktu yang singkat, hanya sekitar dua detik. Saya melihat bagaimana buku ini membahas bagaimana agar intuisi kita bisa maksimal untuk membuat sebuah penilaian dalam waktu yang singkat terhadap suatu peristiwa.

Saat kita menghadapi suatu peristiwa terkadang ada hal-hal yang muncul dalam pikiran kita seperti kata-kata sepertinya ada yang tidak beres, ini salah, harusnya tidak begini dan lainnya. Alam bawah sadar kita akan bekerja secara tanpa kita sadari mengolah suatu peristiwa yang kita hadapi, dan secara cepat alam bawah sadar mengolah semua informasi yang ada dan menghasilkan suatu penilaian yang kita sebut intuisi. Kebanyakan kita mempunyai intuisi tertentu terhadap sesuatu hal dan kita tidak tahu mengapa, beginilah alam bawah sadar kita bekerja.

Namun tidak selamanya intuisi kita dapat dipercaya, intuisi kadang benar dan kadang salah. Hal ini bergantung bagaimana cara hidup kita. Jika kita terlalu banyak memberikan asupan negatif atau informasi yang salah terhadap otak kita, maka alam bawah sadar kita akan menjadikan semua informasi salah tersebut sebagai rujukan, hasilnya adalah intuisi atau penilaian yang salah.

Namun jika kita memberi asupan yang positif, informasi yang baik, atau konsisten dalam bidang pekerjaan kita maka semua hal itu akan menjadi dasar-dasar membangun intusi yang baik di alam bawah sadar kita.

Jika kita bergaul dengan penjual parfum dan terbiasa mencium bau parfum, maka intusi kita akan kuat jika ada bau yang kurang enak walaupun sedikit. Kita dapat merasakannya. Namun jika kita terbiasa mencium bau apapun, maka kita tidak akan peka atau mengenali bau parfum walaupun itu sedikit.

Intuisi harus dilatih dengan konsistensi. Kita akan menjadi ahli di suatu bidang jika kita konsisten. Seorang juru masak yang senior akan dengan mudah mengetahui sebuah makanan sesuai dengan takaran bahan seharusnya atau tidak, hanya dengan mencicipi setetes kuahnya. Itulah intusinya, dibangun dari konsistensi dan dedikasinya.

***

Tulisan untuk dua buku yang lain akan saya tuliskan di kesempatan selanjutnya. InsyaAllah.

Kamis, 24 Maret 2022

Just Writing #5 : Bukannya Tidak Bisa, Tapi Tidak Mau

 

Tulisan ini saya buat untuk memotivasi diri saya sendiri, bahwa hidup itu dinamis dan penuh tantangan. Saya mempelajari bahwa dalam fase hidup kita akan ada kalanya fase yang mudah dan menyenangkan, namun akan ada kalanya fase yang susah dan berat.

Bagi saya setiap permasalahan atau tantangan yang ada harus kita hadapai, dan saya menganggap itu sebagai sebuah kesempatan untuk meningkatkan kualitas diri. Terkadang kesempatan datang dengan berbalut tantangan yang terlihat besar dan sulit untuk diatasi.

Dalam bidang pekerjaan saya sebagai seorang guru, saya mengabdi di sebuah sekolah yang kecil dimana sarana dan prasarananya terbatas. Bagi saya itu semua adalah kesempatan untuk membuktikan kepada diri saya sendiri bahwa saya mampu untuk menghadapi itu semua. Terkadang ketakutan datang di awal dan seakan mengikat diri kita, membisikkan kata-kata bahwa kita tidak akan mampu mengatasi tantangan yang ada di depan mata.

Sebagai orang yang bekerja di sekolah kecil, mau tidak mau saya harus melakukan berbagai pekerjaan selain sebagai seorang guru. Saya sekarang mengurusi keuangan sekolah dan sistem data sekolah. Semua pekerjaan itu merupakan pekerjaan yang penting dan berat, jika dibayangkan. Namun saat dijalankan memang berat, namun Allah pasti memampukan kita untuk melaksanakan.

Terkadang banyak orang yang bersikap mencari aman, dimana jika ada tantangan yang yang dirasa berat, mereka akan cenderung untuk menghindari. Dengan menghindar dan berharap ada orang lain yang melakukan, terkadang mereka anggap itu merupakan tindakan yang benar. Bagi saya tidak seharusnya kita menimpakan beban atau tanggung jawab kita kepada orang lain untuk melakukannya. Jika sesuatu itu menyenangkan maka kita akan menerimanya, namun jika menyulitkan akan diberikan kepada orang lain. Bagi saya sikap seperti itu adalah salah.

Orang-orang seperti itu bukannya tidak mampu untuk menyelesaikan tantangan yang ada di depan mereka, namun mereka memilih tidak mau. Bagi saya dengan kita mencoba menerima dan menghadapi setian tugas atau tantangan baru maka diri kita akan terasah dan kemampuan kita akan meningkat. Seharusnya kita melihat tantangan sebagai suatu pelatihan untuk meningkatkan kualitas diri kita.

Memang tidak semua tantangan harus kita ambil, kita harus mampu melihat diri kita secara jujur tentang bagaimana kemampuan kita sebenarnya. Jika kita merasa mampu untuk mengembang tugas yang kita rasa berat, maka sebenarnya kita mampu. Dengan kita mampu menjalankan tugas yang kita rasa berat, maka secara tidak langsung kita telah meningkatkan kepercayaan diri kita.

Saya akan memilih mengambil tantangan yang berat di awal, di saat usia masih muda dimana tenaga dan pikiran masih kuat. Dan semoga nanti di usia tua saya tinggal menghadapi kemudahan-kemudahan. Semoga Allah memampukan saya dalam kebaikan. 

Selasa, 22 Maret 2022

CAMPBELL-REECE Session Dua : Sekilas Mekanisme Berlangsungnya Persinyalan Sel

 

Pada postingan sebelumnya kita mempelajari tentang persinyalan sel secara lokal dan jarak jauh, namun yang menjadi pertanyaan adalah bagaimana regulator kimiawi tersebut diproses oleh sel target sehingga menghasilkan respon yang tepat. Dalam postingan ini saya akan mencoba untuk memberikan gambaran sekilah bagaimana regulator kimiawi tersebut diproses oleh sel target.

Pemahaman tentang bagaimana pembawa pesan kimiawi bekerja melalui jalur transduksi sinyal berasal dari penelitian yang dilakukan oleh Earl W. Sutherland, dia dan koleganya menyelidiki bagaimana hormon epinefrin pada hewan merangsang penguraian polisakarida simpanan (glikogen) pada sel hati dan sel otot.

Dalam proses penguraian tersebut, glikogen melepaskan gula glukosa-1-fosfat, yang diubah sel menjadi glukosa-6-fosfat. Pada sel hati dapat menggunakan senyawa ini (yang merupakan intermediet awal dalam glikolisis) untuk menghasilkan energi. Alternatif yang lain adalah gugus fosfat dalam senyawa tersebut dibuang dan kemudian dilepaskan dari sel hati ke peredaran darah sebagai glukosa yang dapat dimanfaatkan sel lain untuk melakukan respirasi selular. Sehingga salah satu efek epinefrin yang disekresikan kelenjar adrenal saat kita mengalami stres fisik atau mental adalah untuk memobilisasi cadangan bahan bakar (gula).

Tim peneliti Sutherland menemukan bahwa epinefrin merangsang penguraian glikogen dengan suatu cara yang mengaktivasi sejenis enzin di sitosol sel, yang dinamakan glikogen fosforilase. Dalam penelitian tersebut dilakukan percobaan menambahkan epinefrin dalam campuran dalam tabung reaksi yang berisi enzim (glikogen fosforilase) dan substratnya (glikogen), hasilnya penguraian tidak berjalan. Namun di percobaan yang lain ketika epinefrin ditambahkan ke dalam larutan yang mengandung sel untuh, proses penguraian glikogen tersebut dapat berlangsung.

Dari percobaan tersebut Sutherland mendapatkan beberapa informasi yang penting. Pertama adalah epinefrin tidak berinteraksi langsung dengan enzim yang bertugas menguraikan glikogen. Kedua, membran plasma terlibat dalam transmisi sinyal epinefrin dengan suatu mekanisme tertentu.

Penelitian Sutherland ini menyiratkan bahwa proses yang berlangsung dari awal hingga akhir ini terbagi menjadi tiga tahap, yaitu:

1. Penerimaan (reception)

Pada tahap ini sel target mendeteksi molekul sinyal yang berasal dari luar sel, kemudian molekul sinyal akan berikatan dengan protein reseptor yang terletak di permukaan atau di dalam sel.

2. Transduksi (transduction)

Pada tahap ini pengikatan molekul sinyal akan mengubah protein reseptor dengan suatu cara tertentu sehingga menginisiasi proses transduksi. Dalam contoh epinefrin di atas, pengikatan epinefrin ke reseptor protein pada membran plasma akan mengaktivkan enzim glikogen fosforilase.

3. Respon (response)

Pada tahap ini sinyal yang ditransduksikan akan memicu respon spesifik, seperti katalisis glikogen oleh enzim glikogen fosforilase.

Mungkin sekian untuk pendahuluan mengenai tahapan pemrosesan sinyal hingga menjadi respon spesifik oleh sel. Dalam tulisan selanjutnya saya akan mencoba mengupas hal-hal di atas lebih mendalam. InsyaAllah.

    Senin, 21 Maret 2022

    CAMPBELL-REECE Session Dua : Persinyalan Sel Secara Lokal dan Jarak Jauh

     

    Sel pada organisme multiseluler biasanya melakukan komunikasi antar sel melalui pembawa pesan kimiawi kepada sel target yang berada di sekelilingnya. Sel target mungkin berada dekat di sebelah sel tersebut atau bahkan lebih jauh lagi. Persinyalan lokal merujuk pada komunikasi sel yang berjarak dekat atau bersebelahan, dan persinyalan jarak jauh merujuk komunikasi antar sel yang berjarak cukup jauh.

    Sel hewan dan sel tumbuhan mempunyai sambungan antar sel, yang jika ada akan memungkinkan zat persinyalan yang larut dalam sitosol dapat bergerak bebas di antara sel-sel yang bersebelahan. Terlebih lagi pada sel hewan dapat berkomunikasi melalui kontak langsung di antara molekul-molekul pada permukaan sel yang hanya dibatasi oleh membran. Proses persinyalan seperti ini penting dalam perkembangan embrio dan respon kekebalan.

    Pada bayak kasus, sel pemberi sinyal akan menyekresikan molekul pembawa pesan, beberapa molekul pembawa pesan hanya menempuh jarak yang pendek. Molekul pembawa pesan yang menempuh jarak yang pendek ini dinamakan regulator lokal (local regulator).

    Regulator lokal semacam ini akan mempengaruhi sel-sel yang berada dekat dengan sel penyekresi, salah satu contoh regulator lokal adalah faktor pertumbuhan pada sel hewan. Faktor pertumbuhan terdiri dari senyawa-senyawa yang merangsang sel target di dekat sel penyekresi untuk tumubuh dan membelah. Banyak sel dapat secara bersamaan menerima dan merespon faktor pertumbuhan dari satu sel penyekresi di dekatnya. Tipe persinyalan lokal pada hewan ini dinamakan persinyalan parakin (paracrine signaling).

    Tipe lain dari persinyalan lokal yang lebih khusus adalah persinyalan sinapsis (synaptic signaling) yang terjadi pada sistem saraf hewan. Sinyal listrik di sekitar sel saraf hewan memicu sekresi sinyal kimiawi yang dibawa oleh molekul neurotransmitter. Molekul ini berdifusi melewati sinapsis (celah sempit antar sel saraf), pada akhirnya neurotransmitter ini akan merangsang sel target.

    Berbeda dengan sel hewan, persinyalan lokal pada sel tumbuhan belum dapat dipahami dengan baik karena adanya dinding sel pada sel tumbuhan. Persinyalan lokal pada sel tumbuhan menggunakan mekanisme yang berbeda dengan mekanisme pada sel hewan.

    Sedangkan untuk persinyalan jarak jauh, hewan dan tumbuhan menggunakan hormon. Pada hewan persinyalan jarak jauh dengan menggunakan hormon dinamakan juga dengan persinyalan endokrin. Sel-sel khusus akan melepaskan hormon yang akan berjalan pada sistem peredaran darah menuju sel target di bagian tubuh yang lain.

    Hormon tumbuhan atau biasa disebut regulator pertumbuhan tumbuhan terkadang mengalir dalam pembuluh, namun lebih sering mencapai sel target dengan cara bergerak bebas dari satu sel ke sel yang lain atau berdifusi melalui udara sebagai gas.

    Ukuran molekul dan jenis hormon berbeda-beda seperti juga pada regulator lokal. Misalnya hormon tumbuhan yang dinamakan etilena merupakan gas yang merangsang pematangan buah dan membantu meregulasi pertumbuhan, gas ini merupakan hidrokarbon yang terdiri atas enam atom (C₂H₄) yang cukup kecil untuk menembus dinding sel. Sebaliknya hormon insulin pada hewan yang bertugas untuk meregulasi kadar gula dalam darah merupakan protein yang terdiri atas ribuan atom.

    Transmisi sinyal melalui sistem saraf dapat dianggap sebagai contoh persinyalan jarak jauh. Sinyal listrik menyusuri sel saraf dan kemudian diubah menjadi sinyal kimiawi ketika molekul sinyal dilepaskan dan menyeberangi sinapsis menuju sel saraf lain. Pada sel saraf yang dituju, sinyal kimiawi akan diubah kembali menjadi sinyal listrik, sehingga dengan cara tersebut maka sinyal saraf dapat berjalan melalui serangkaian sel saraf. Karena beberapa sel saraf sangat panjang, maka sinyal saraf dapat berjalan dengan cepat.

    Saat suatu sel bertemu dengan molekul sinyal, maka molekul sinyal ini harus dikenali oleh molekul reseptor spesifik. Selain itu informasi yang dibawa oleh molekul sinyal harus diubah dahulu menjadi bentuk lain sebelum sel penerima memberikan respon.

    Minggu, 20 Maret 2022

    CAMPBELL-REECE Session Dua : Komunikasi Sel

    Sekitar dua minggu yang lalu series tulisan dari buku Biologi karangan Campbell dan Reece terakhir saya posting, postingan tersebut adalah akhir dari bab Fotosintesis. Dalam series tulisan tentang fotosintesis saya mencoba untuk menjabarkan proses fotosintesis berdasarkan buku ini, bagian per bagian, dan akhirnya selesai. Sangat menyenangkan bahwa saya bisa menuntaskan tulisan dalam bab fotosintesis ini.

    Namun jika saya mengevaluasi kinerja saya dalam menulis maka sebenarnya masih terbilang buruk, terutama dalam hal konsistensi. Di awal tahun 2022 saya merencanakan untuk bisa konsisten membuat postingan tiga kali seminggu di blog ini, dan kenyataannya tidak tercapai. Semoga dengan memasuki bab baru ini saya bisa lebih konsisten lagi.

    Dalam postingan kali ini saya belum akan masuk dalam materi pembahasan komunikasi sel, namun akan menuliskan beberapa kesan saya terhadap bab baru ini. Sejujurnya ketika saya pertama kali membaca judul bab ini yaitu Komunikasi sel, saya kurang tertarik. Entah kenapa, mungkin karena ini adalah bab yang belum pernah saya baca atau pelajari sebelumnya. Namun hal itu tidak boleh menjadi penghalang dalam memulai sesion kedua ini, apapun yang terjadi bab ini harus saya tulis, dengan konsisten.

    Secara umum dalam bab ini kita akan belajar untuk mengerti bagaimana sel-sel dapat berkomunikasi satu sama lain. Kita mengetahui bahwa dalam sistem organisasi kehidupan, sel menduduki tingkatan yang dasar. Sel-sel yang sejenis akan berkumpul dan bekerja sama membentuk suatu jaringan. Jaringan-jaringan yang berbeda akan membentuk organ, organ akan bekerja sama membentuk sistem organ, dan pada akhirnya adalah organisme. Maka sangat penting untuk memahami bagaimana sel-sel yang begitu banyak dan beragam yang ada dalam organisme ini "berbicara" satu sama lain.

    Suatu sel menerima sinyal dari sel lain atau lingkungan dalam berbagai bentuk, termasuk dalam hal ini dari cahaya dan sentuhan. Namun komunikasi antar sel yang paling sering dilakukan adalah melalui mekanisme kimiawi. Untuk memahami bagaimana sel berkomunikasi, kita akan mengamati bagaimana mikroorganisme berkomunikasi. Karena memahami bagaimana mikroorganisme modern berkomunikasi dapat menjadi jendela untuk memahami peran persinyalan sel dalam evolusi kehidupan di Bumi.

    Dalam tulisan ini saya akan mencoba memberikan contoh komunikasi melalui mekanisme kimiawi dari organisme yang telah lama dimanfaatkan manusia, yaitu khamir Saccharomyces cerevisiae. Mikrooraganisme ini banyak dimanfaatkan untuk pembuatan roti dan minuman yang mengandung alkohol.

    Para peneliti menemukan bahwa pada sel khamir terdapat dua jenis kelamin atau tipe perkawinan, yaitu a dan ⍺. Sel dengan tipe perkawinan a akan menyekresikan molekul sinyal yand disebut faktor a, yang berikatan dengan protein reseptor spesifik pada sel ⍺ yang berdekatan. Pada saat yang sama sel ⍺ akan menyekresikan molekul sinyal yang disebut faktor ⍺, yang berikatan dengan protein reseptor spesisifik pada sel a yang berdekatan. Tanpa perlu memasuki sel, kedua faktor perkawinan tersebut akan sel-sel akan saling tumbuh ke arah satu sama lain yang pada akhirnya akan menghasilkan fusi (penggabungan) atau perkawinan.

    Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana sinyal perkawinan yang berada di permukaan sel diubah menjadi bentuk yang menyebabkan respon seluler berupa perkawinan? Respon pengubahan sinyal pada permukaan sel menjadi respon selular spesifik merupakan serangkaian langkah yang dinamakan jalur transduksi sinyal (signal transduction pathway).

    Mungkin sebagai pendahuluan dari bab komunikasi sel, tulisan ini sudah mencukupi untuk memberikan gambaran sekilah mengenai apa yang akan saya tulis pada postingan selanjutnya. Selain terus belajar, salah satu tujuan dari series tulisan ini adalah melatih konsistensi untuk menulis. Semoga Konsisten.

    Sabtu, 05 Maret 2022

    CAMPBELL-REECE : Sekilas Siklus Calvin atau Reaksi Gelap

     

    Reaksi Gelap atau Silus Calvin memiliki kesamaan dengan siklus asam sitrat dalam respirasi seluler, karena materi awal yang dihasilkan kembali setelah ada molekul yang memasuki dan meninggalkan siklus tersebut. Namun antara Siklus Calvin dan siklus asam sitrat juga terdapat perbedaan, siklus asam sitrat bersifat katabolik, mengoksidasi glukosa, dan menghasilkan energi. Sedangkan siklus Calvin bersifat anabolik, membangun karbohidrat dan molekul lain yang lebih kecil, serta mengkonsumsi energi.

    Karbon memasuki siklus Calvin dalam bentuk karbon dioksida dan meninggalkan siklus tersebut dalam bentuk gula. ATP digunakan sebagai sumber energi untuk menggerakkan siklus Calvin, dan NADPH menjadi tenaga pereduksi bagi penambahan elektron berenergi tinggi untuk membuat gula.

    Gula atau karbohidrat yang dihasilkan dari siklus Calvin sebenarnya bukan glukosa, melainkan suatu senyawa gula berkarbon tiga yang dinamakan gliseraldehida-3-fosfat (G3P). Dalam proses sintesis untuk menghasilkan satu molekul G3P, siklus Calvin berlangsung tiga kali untuk menfiksasi tiga molekul karbondioksida. Siklul Calvin terbagi menjadi tiga fase yaitu fiksasi karbon, reduksi, dan pembentukan kembali penerima karbon dioksida.

    Fiksasi Karbon

    Tiga molekul karbon dioksida masuk satu per satu kedalam siklus kemudian digabungkan dengan cara dilekatkan kepada sebuah senyawa gula berkarbon lima yang bernama ribulosa bifosfat (RuBP). Enzim yang mengkatalis langkah pertama ini adalah RuBP karboksilase atau rubisko.

    Produk dari fase ini adalah intermediet berkarbon enam yang tidak stabil, segera pecah menjadi dua membentuk dua molekul 3-fosfogliserat.

    Reduksi

    Setiap molekul 3-fosfogliserat menerima satu gugus fosfat tambahan dari ATP, kemudian menjadi 1,3-bifosfogliserat. Kemudian, sepasang elektron disumbangkan oleh NADPH akan mereduksi 1,3-bifosfogliserat yang juga kehilangan satu gugus fosfat, sehingga terbentuk G3P.

    Secara lebih rinci, elektron dari NADPH mereduksi gugus karboksil pada 1,3-bifosfogliserat sehingga menjadi gugus aldehida G3P, yang lebih banyak menyimpan energi potensial.

    Pembentukan kembali penerima karbon dioksida

    Dari tahapan reduksi akan dihasilkan 6 molekul G3P. Satu molekul G3P akan digunakan untuk pembentukan gula dan molekul organik yang lain, sedangkan 5 molekul G3P akan digunakan dalam pembentukan kembali RuBP. Dalam proses pembentukan RuBP, molekul G3P akan menerima satu gugus fosfat dari ATP

    Selasa, 01 Maret 2022

    Just Writing #4 : Tidak Ada Judulnya, Tapi Ya Sudahlah

    Seminggu kemarin saya membeli empat buah buku secara online, dan hari minggu kemarin keempat buku tersebut sampai ke rumah. Judul keempat buku tersebut adalah Seni Bersikap Bodoh Amat, Blink, Seni Hidup Minimalis, dan Bicara Itu Ada Seninya. Dari keempat buku tersebut buku dengan judul pertama yang sekarang dalam proses saya baca.

    Kenapa saya membeli buku? ya, saya ingin mengurangi kecanduan saya terhadap gawai, dan itu berdampak buruk ke dalam pikiran saya. Saya menjadi stres setelah melihat video di Youtube, entah mengapa dan itu harus dihilangkan. Dengan membaca buku sepertinya tingkat stres pikiran saya lebih berkurang, mungkin karena buku lebih banyak tulisan sehingga otak saya tidak harus banyak berpikir, jika dibandingkan dengan melihat video, membaca buku memberi lebih sedikit dampak "terlalu banyak berpikir" bagi saya.

    Dari buku pertama, apa yang menjadi pikiran penulis sebagian ada yang dapat saya terima dan sebagian lain tidak. Tapi itulah buku, merupakan pemikiran sang penulis, tidak harus kita setujui, namun setidaknya kita tahu ada pola pikir yang lain. Bagi saya membaca dan menulis ini sebagai bentuk terapi untuk mengurangi kebiasaan "terlalu banyak berpikir" di otak saya, mungkin sekarang hal tersebut dinamakan overthinking.

    Saya akan mencoba mengurangi dan bahkan menghilangkan segala hal yang seharusnya tidak perlu ada di otak saya. Saya ingin membuat pikiran saya lebih ringan, lebih santai, dan tidak terlalu terbebani. Saya harus membuat suatu perubahan untuk kebaikan saya.

    Dalam buku "Seni untuk bersikap bodoh amat", satu yang saya pelajari adalah membuat prioritas, tepatnya memilih masalah yang harus dipilih. Tidak dapat dipungkiri bahwa dalam kehidupan ini selalu ada masalah, dan memang begitulah kehidupan. Kita dapat memilih masalah mana yang harus kita ambil, mengambil terbaik dari yang terburuk. Ya, karena selama kita hidup kita tidak akan bisa lepas dari masalah.

    Kita bertanggung jawab atas apapun yang menimpa kita, entah penyebabnya karena kita sendiri atau orang lain. Maksud saya kita mendapat suatu masalah, kitalah yang memilih untuk bagaimana bersikap dan menyelesaikan masalah tersebut, terlepas dari mana sumber masalahnya. Yang kita kuasai adalah cara kita merespon masalah, memilih respon yang terbaik untuk setiap masalah yang kita hadapi.

    Jika respon kita terhadap suatu masalah adalah salah, maka akan timbul masalah baru. Kita harus mengabil tanggung jawab merespon lagi. Hidup memang begitu, kadang kita membuat keputusan yang salah, dan itu tidak seluruhnya salah. Karena dari kesalah yang kita perbuat kita dapat kesempatan untuk belajar dan memperbaiki kesalahan kita. Ya, kita bertanggung jawab atas diri kita sendiri.

    Seperti judul dari postingan ini yaitu tidak ada judul. Saya hanya ingin menulis dan meringkan apa yang ada di otak saya. Tulisan saya ini adalah terapi bagi saya, ya karena realitanya saya tidak punya teman bicara. Maka teman bicara saya adalah diri saya sendiri.

    Dengan menulis saya seperti bercermin, menjadi lebih objektif dalam menilai diri saya sendiri. Jika saya hanya menilai diri saya sendiri dengan berfikir, maka berbagai asumsi akan selalu bertabrakan di pikiran saya. Dengan menulis saya seperti orang yang sedang curhat, menuliskan apa yang saya rasakan, minimal itu melegakan bagi saya. Setidaknya mengurangi beban pikiran saya.

    Mengenai judul postingan ini, ya sudahlah, bodoh amat.


    Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1 - Jefri Adi Setiawan, S.Pd

    Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Pengambilan Keputusan berdasarkan Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin Jefri Adi Setiawan, S.Pd SMP N...