Minggu, 19 Januari 2025

Artificial Intelligence, menjadikan kita (tidak) lebih pintar

Sumber: kompasiana.com

Salah satu trend yang cukup ramai dalam dunia pendidikan adalah Artificial Intelligence (AI) atau kecerdasan buatan. Ramai konten dalam berbagai media sosial yang membahas cara membuat perangkat pembelajaran, media pembelajaran, dan soal dengan memanfaatkan AI. Bahkan karya tulis pun dapat dengan mudah dibuat dengan menggunakan AI.

AI dalam dunia pendidikan tidak hanya dimanfaatkan oleh guru, siswa pun juga bisa memanfaatkan. Ya, jika ada tugas seperti membuat karya tulis dan tidak tahu bagaimana membuatnya, cukup manfaatkan AI dan semuanya akan menjadi beres.

Semuanya terlihat keren, dan memang keren. Perangkat pembelajaran, soal, dan karya tulis semuanya menjadi keren. Terlihat AI begitu membantu semua pekerjaan dan tugas. Namun bagaimana dengan dampaknya? 

Untuk jangka pendek, AI sepertinya menjadi solusi yang mujarab. Semua yang dihasilkannya terlihat sempurna, dan AI sepertinya menjadi jawaban untuk “menjadi pintar”. Namun bagaimana dengan jangka panjangnya?

Secara pribadi saya tidak setuju dengan penggunaan AI dalam dunia pendidikan. Bukannya saya tidak pernah menggunakan AI, tapi saya mencoba untuk menghindarinya. Untuk beberapa kondisi memang membantu, tetapi jika terlalu tergantung akan memberikan dampak negatif kepada kita.

AI akan membuat kita terlihat keren, namun pada saat yang bersamaan membuat kita menjadi bodoh. AI adalah teknologi yang pada dasarnya dibuat untuk membantu memperingan pekerjaan kita, namun bukan menjadikannya menggantikan pekerjaan yang seharusnya kita lakukan.

Saya akan mencoba menuliskan opini atau pendapat pribadi saya tentang dampak negatif AI. Anda boleh suka atau tidak suka, namun sebaiknya anda membaca tulisan ini sampai akhir. Dan saya menuliskan opini ini dari sudut pandang saya sebagai guru.

Yang pertama, AI akan menurunkan kreativitas kita. Ketika kita dihadapkan sebuah pekerjaan seperti membuat perangkat pembelajaran, soal, ataupun karya tulis, maka diperlukan beberapa tahapan untuk menyelesaikannya. Mulai mengidentifikasi kondisi awal, menetapkan target, mencari referensi, membuat draft, melakukan analisis, penyuntingan, dan akhirnya selesai. Semua proses tahapan tersebut memakan waktu, tenaga, dan pikiran kita.

Dengan AI, kita tinggal memasukkan kata kunci, klik, dan jadi. Hasilnya akan sempurna, bahkan terlihat lebih sempurna daripada kita buat sendiri. Ini adalah proses instan, proses yang panjang jika kita kerjakan secara manual memang akan memakan waktu, tapi disisi lain kita memaksa diri kita belajar, membuat tugas pekerjaan yang sesuai dengan kebutuhan, dan melatih kita untuk terus berinovasi dan berpikir.

Pemanfaatan AI yang tidak bertanggung jawab akan membunuh kemampuan berpikir kritis yang kita miliki. Tidak akan ada pertarungan pemikiran di otak kita, dan lambat laun akan mendangkalkan kemampuan berpikir kritis yang ada, dan pada akhirnya kreativitas kita menjadi hilang.

Yang kedua, akan menjadikan kita kurang berhati-hati. Ketika AI digunakan untuk membuat suatu karya tulis, maka hasilnya akan langsung keluar dan bagus. Didalamnya ada berbagai kutipan, sumber atau pustaka yang ditampilkan. Namun apakah anda pernah mempertanyakan semua sumber, kutipan, atau referensi itu benar? Atau setidaknya memang ada.

Ketika kita membuat suatu karya tulisan ilmiah, salah satu tahapan yang dilakukan adalah mencari berbagai referensi yang mendukung. Kita membacanya, menentukan kalimat mana yang akan dikutip, bahkan membolak-balik referensi tersebut untuk menuliskan daftar pustaka yang benar.

Penggunaan AI yang tidak bertanggung jawab sekali lagi akan menurunkan daya berpikir kita. Tidak ada pengecekan terhadap akurasi tulisan yang dihasilkan, validasi sumber yang digunakan, atau apakah referensi yang ada didalamnya sebenarnya sesuai dengan tema yang akan kita tuliskan. Jika kita tidak mempunyai kemampuan berpikir kritis yang cukup, semua itu akan ditelan mentah-mentah, dan bagaimana kita mempertanggungjawabkan karya tulis yang kita buat?

Yang ketiga, menurunkan minat belajar. Jika yang kita cari adalah hasil yang keren, bahkan lebih keren dari yang bisa kita buat sendiri, AI adalah jawabannya. Dan jika hal tersebut sudah memuaskan kita, ketergantungan yang akan terjadi, dan belajar tidak lagi menjadi sesuatu yang penting.

Belajar adalah proses yang panjang dan penuh tantangan. Tidak ada yang instan dalam belajar, semuanya membutuhkan proses. Hasil dari proses belajar yang panjang tersebut adalah pemahaman yang utuh. Sekali lagi, jika hasil instan yang diberikan AI sudah memuaskan kita, lambat laun keinginan belajar akan turun.

Beberapa hal yang saya tuliskan ini adalah hasil pemikiran saya, mungkin tidak sepenuhnya benar, namun juga belum tentu salah. Kebijaksanaan diperlukan dalam pemanfaatan AI dalam dunia pendidikan. 

Seyogianya kitalah yang menguasai AI, kita yang menentukan kapan digunakan dan kapan tidak. Perlu pembatasan diri yang kuat agar terhindar dari pemanfaatan AI yang berlebihan. Proses pembelajaran atau perkembangan diri lebih utama daripada hasil yang instan.

Menjadi guru yang hebat diperlukan proses yang panjang, proses belajar yang tidak pernah berhenti, dan kemauan untuk terus berkembang yang tidak pernah padam. Ini bukan tentang terlihat menjadi orang yang keren, tapi memang menjadi orang yang benar-benar keren.

Jika anda membaca tulisan ini, anda boleh memiliki pemikiran yang berbeda, dan itu tidak masalah. Di akhir tulisan ini ada sebuah pertanyaan refleksi yang saya tujukan untuk diri saya sendiri, yaitu:

Apakah akan membanggakan jika saya mempunyai suatu karya, namun sebenarnya bukan sayalah yang membuatnya?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#2 Ramadhan adalah Kesadaran Diri

Ramadhan adalah bulan yang spesial, bulan dimana perintah puasa satu bulan penuh dilaksanakan dan bulan turunnya Al Quran pertama kali. Sepa...