Selasa, 25 Februari 2025

Nostalgia 25 tahun yang lalu, ketika Internet belum dikenal


Internet dan media sosial, dua hal yang tidak bisa dilepaskan dalam kehidupan sekarang ini. Jika dahulu kita mengenal sandang, pangan, dan papan sebagai kebutuhan primer, mungkin sekarang perlu ditambahkan satu item lagi, internet. Sekarang setiap orang sepertinya hidup di dua alam, dunia nyata dan dunia maya. Bahkan satu orang bisa menjadi pribadi yang berbeda di dua dunia tersebut.


Namun seperti apakah kehidupan ini jika tidak ada internet dan media sosial? Nah, itulah yang akan saya coba tuliskan dalam postingan ini. Memori saya kembali ke dekade 90-an, masa dimana internet masih belum ada, bahkan namanya belum kita kenal. Sebuah masa dimana tanpa adanya internet, kehidupan berjalan baik-baik saja, tidak ada masalah.


Saya akan mencoba kembali mengingat masa remaja saya, bagaimana kehidupan dikala itu?


Pagi hari dimulai dengan bangun pagi seperti pada umumnya. Fokusnya hanya satu, bersiap berangkat ke sekolah dan jangan sampai terlambat. Pukul enam pagi tampak banyak anak berseragam SMP dan SMA bersama-sama menunggu angkot yang lewat. Pada masa itu sepeda motor merupakan barang yang mewah, jadi angkot adalah moda transportasi paling populer untuk berangkat ke sekolah.


Dalam angkot semuanya duduk berdempetan, semua siswa dari berbagai sekolah berbagi tempat duduk. Aktivitas yang tampak seperti duduk diam, mengobrol dengan teman, atau membaca buku sepanjang perjalanan.


Saat sampai sekolah dan masuk ke dalam kelas, maka kita akan melihat banyak siswa yang duduk fokus menuliskan sesuatu di bukunya. Ya, sebelum bel berbunyi adalah waktu “kebut-kebutan” untuk menyelesaikan semua PR, entah bagaimana caranya PR tersebut harus selesai sebelum bel masuk berbunyi. Bagi yang sudah mengerjakan PR di rumah, mereka bisa duduk-duduk santai menunggu bel masuk.


Yang saya ingat saat masa sekolah tersebut adalah tas sekolah selalu penuh dengan berbagai buku, bahkan terkadang beberapa teman sampai harus beberapa bukunya di tangan karena tasnya sudah tidak muat. Kala itu satu mata pelajaran memiliki satu set buku, yaitu buku tulis untuk tugas, buku tulis untuk catatan, buku paket pelajaran yang dipinjami sekolah, buku pelajaran yang kita beli sendiri, dan LKS.


Kegiatan pembelajaran berlangsung dari pagi hingga siang hari, mendengarkan penjelasan guru, mencatat berbagai hal, mengerjakan latihan soal, dan mengingat PR yang harus dikerjakan. Ya seperti itulah, namun kala itu hal-hal tersebut adalah hal yang normal, bukan beban.


Satu hal tentang sekolah yang saya kenang adalah tentang perpustakaan. Dimasa itu ada sebuah buku novel yang berjudul “Lupus”, sebuah buku yang sangat digemari anak-anak usia remaja. Buku ini selalu dipinjam dan sangat jarang kembali ke rak buku. Begitu buku ini kembali dari peminjaman, sudah ada siswa yang langsung meminjam. Sampai sekarang, saya masih belum kesampaian untuk membaca buku ini.


Terus bagaimana jika ingin berkomunikasi? jawabannya adalah telepon umum. Telepon umum adalah sebuah telepon yang dipasang oleh pemerintah di area-area tertentu. Untuk menggunakan telepon ini, kita harus memasukkan uang logam agar bisa menelepon untuk beberapa menit.


Hiburan di masa itu hanya bisa diperoleh lewat televisi, koran atau majalah, dan radio. Pernah suatu waktu saya selalu menyempatkan waktu di siang hari untuk mendengarkan radio, hanya untuk menunggu lagu Peterpan yang berjudul mimpi yang sempurna diputar. 


Majalah dan tabloid adalah hal yang populer di kalangan remaja kala itu. Untuk anak perempuan, majalah Aneka dan Hai adalah barang yang tidak bisa dipisahkan dari mereka. Sedangkan untuk anak laki-laki, tabloid bola adalah pilihan utama. Entah sekedar untuk membaca mengenai sepakbola di liga eropa, berburu poster pemain bola yang terkenal, atau mencari bagan piala dunia atau piala eropa. Sedangkan untuk yang sedang belajar bermain gitar, tentu majalah MBS merupakan sumber referensi chord-chord gitar dari lagu-lagu terkini di masa itu.


Sejujurnya terkadang saya merindukan masa-masa itu, tidak ada internet dan media sosial. Memang dikala itu tidak banyak hal tentang dunia luar yang diketahui, tapi setidaknya hal tersebut membuat pikiran ini menjadi ringan dan kita bisa menentukan sendiri apa yang masuk ke dalam otak kita.


Sekarang, kehidupan tidak bisa kembali ke masa itu. Bukan internetnya yang salah, yang salah adalah ketika kita tidak bisa memanfaatkannya untuk kebaikan dari kita. Kitalah yang seharusnya mengendalikan internet, bukan internet yang mengendalikan diri kita.


Setidaknya saya bersyukur, pernah merasakan masa dimana internet belum ada, pernah merasakan masa awal internet masuk ke Indonesia, dan sekarang merasakan perkembangan yang sangat cepat dari internet dan dunia digital.


Dekade 90-an adalah masa yang menyenangkan. Oh ya masihkah ingat dengan Ksatria Baja Hitam? kalau anda tahu berarti kita pernah hidup di masa yang sama. :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

#2 Ramadhan adalah Kesadaran Diri

Ramadhan adalah bulan yang spesial, bulan dimana perintah puasa satu bulan penuh dilaksanakan dan bulan turunnya Al Quran pertama kali. Sepa...