Selasa, 21 April 2020

e-learning, bagaimana seharusnya

Dalam beberapa hari ini, fokus pikiran saya adalah bagaimana menjalankan kegiatan belajar di rumah bagi siswa saya. Dalam situasi pandemi seperti sekarang ini, kegiatan belajar tatap muka sudah tidak dapat lagi dilaksanakan, dan kegiatan pembelajaran harus dilaksanakan secara jarak jauh, dan moda daring merupakan keharusan dalam pelaksanaan kegiatan belajar jarak jauh ini

Masalah yang saya hadapi adalah bahwa tidak semua siswa memiliki perangkat atau smartphone, seandainya punya, mereka juga memiliki kuota internet yang terbatas. Dengan keinginan untuk dapat memberikan pelajaran yang merata kepada semua siswa, keterbatasan sarana yang mereka punya merupakan suatu persoalan tersendiri. Jadi harus ada solusi bagaimanakan membuat pembelajaran daring dimana tidak semua siswa memiliki gawai dan pembelajaran ini harus bisa dilaksanakan dengan semangat hemat kuota.

Seharian tadi di otak saya ada keinginan untuk mekasanakan pembelajaran dengan web confrence atau seminar daring. Dimana guru dan siswa dalam pelaksanaanya dapat melakukan video confrence  bersama, sehingga roh pembelajaran tatap muka dapat diperoleh. namun seketika itu saya sadar bahwa pelaksanaan seperti ini akan menyedot kuota internet anak sangat banyak, kecuali mereka memiliki kuota unlimited. Sistem seperti ini (webinar) mengharuskan memiliki bandwith internet yang kuat dan kencang, selain itu pun ukuran file instalasinya cukup besar. Sehingga opsi memakai webinar tidak bisa dilaksanakan.

Opsi kedua dengan memanfaatkan e-learning seperti portal kelas maya di rumah belajar kemdikbud. Sistem ini sepertinya hemak kuota, namun ada beberapa bayangan kedala yang mungkin akan saya hadapi. Website penyedia e-learning mengharuskan untuk setiap siswa mendaftar dan membuat akun, sebenarnya bukan hal yang sulit, saya yakin mereka paham bagaimana membuat akun layaknya di facebook, instagram dan media sosial yang lain. 

Kita ketahui bersama bahwa usia anak SMP merupakan usia remaja, fisik seperti orang dewasa namun pemikiran masih dominan seperti anak-anak. Yang saya khawatirkan mereka tidak sungguh-sungguh dalam melakukan pendaftaran ke website penyedia elearning. Namun hal ini masih kekhawatiran semu saya, semoga perkiraan saya salah. Saya tidak boleh menganggap mereka anak kecil terus, dan tidak bertanggung jawab. Mungkin kali ini sebaiknya saya mencoba memberikan mereka kepercayaan.

Jika opsi kedua juga tidak berhasil, maka pembelajaran via whatsapp menjadi pilihan paling rasional. Guru tinggal memposting materi berbentuk PDF, video atau tautan, dan setelah itu tugas atau tes dapat menggunakan google form. Diskusi dengan siswa dapat dilaksanakan dalam chat di WA.

Kita coba saja, yang penting sebagai guru kita harus memberikan hak anak untuk belajar. Rintangan bukan untuk dihindari, namun untuk dihadapi. Saya bukan guru pada umumnya, namun saya adalah guru yang luar biasa, bagaimanapun rintangannya maka semua harus bisa saya lewati. Bismillahirrahmanirrahim.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Koneksi Antar Materi - Kesimpulan dan Refleksi Modul 1.1 : Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara

Dalam modul pertama tentang Pemikiran Filosofis Pendidikan Ki Hadjar Dewantara (KHD) memberikan penjelasan mengenai bagaimana pendidikan seh...